WahanaNews-Sumut I Keterlibatan antropolog dalam pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) memiliki peran yang sangat penting.
Hal itu dikatakan Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Menurutnya antropolog dapat memberikan kajian komprehensif terkait kondisi masyarakat sekitar sehingga beroperasinya JTTS dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Baca Juga:
Hutama Karya Berikan Bantuan Alat Produksi dan Bahan Baku untuk Pengrajin Logam di Ogan Ilir
"Antropolog itu harus terlibat dalam kajian perencanaan atau feasibility study (studi kelayakan) pembangunan JTTS, karena mereka kan orang yang tahu bagaimana kebiasaan manusianya, bahasa, sosial dan budaya masyarakat sekitar," kata Agus dalam diskusi Hutama Karya (HK) Academy, Kamis (09/09/2021).
Agus menjelaskan, pembangunan jalan tol di Indonesia sering kali mematikan keberadaan jalan nasional. Akibatnya, tak sedikit dari usaha masyarakat yang berlokasi di jalan nasional yang terdampak karena pembangunan jalan bebas hambatan tersebut.
"Karena dalam studi kelayakannya tidak melibatkan antropolog yang memahami struktur masyarakat sekitar, sehingga sering merugikan masyarakat sekitar," imbuh Agus.
Baca Juga:
Pembangunan Tol Trans Sumatera Berpotensi Terhenti Jika Anies Amin Menang Pilpres 2024
Padahal, kehadiran jalan tol itu harus menjadi solusi dalam meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya.
"Nah di situ kan harus dilihat apa yang masyarakat sekitar mau dan bisa, sehingga bisa diciptakan di jalur tol itu bukan hanya di rest area tetapi di sekitar exit toll-nya kah supaya masyarakat yang terdampak itu bisa tetap berusaha," jelasnya.
Agus mencontohkan pembangunan Jalan Trans Papua yang juga tidak melibatkan antropolog dalam feasibility sutdy. Jalan Trans Papua itu justru tidak memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar. Hal itu dikarenakan masyarakat Papua umumnya jarang menggunakan kendaraan roda empat dalam beraktivitas.
"Jarang yang pakai jalan itu karena orang Papua itu tidak biasa naik mobil," ujar dia.
Alhasil, Jalan Trans Papua hanya menjadi karpet merah bagi illegal logger atau pembalak liar. "Akhirnya yang lewat jalan itu ya ileggal logger.
Nah karena hal-hal seperti inilah penting untuk melibatkan antropolog," ucap dia. Agus menambahkan PT Hutama Karya (Persero) selaku pengelola JTTS harus lebih berhati-hati dalam melakukan pembangunan infrastruktur konektivitas di Sumatera.
Terlebih, pembangunan infrastruktur jalan yang sejatinya dilakukan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik.
"Saya harap HK harus lebih hati-hati dalam membangun Trans Sumatera. Di mana pembangunan infrastruktur harus holistik dan berdasarkan studi kelayakan yang secara teknis, ekonomi, sosial, lingkungan, dapat dipertanggungjawabkan," tambahnya. (tum)