WahanaNews-Sumut | Musim panen di Kecamatan Sibabangun, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng), meningkat jika dibandingkan dengan hasil panen semester I tahun 2022. Meningkatnya hasil produksi dikarenakan faktor cuaca yang mendukung, dan hama padi yang tidak terlalu mengganggu.
Selain itu, harga jual Gabah Kering Panen (GKP) juga sedikit melegakan. Jika pada musim sebelumnya, harga GKP dijual pada kisaran Rp 4.200 hingga Rp 4.300 per kg, untuk musim panen kali ini harga GKP mencapai Rp 4.500 per kg.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Kenaikan harga membuat petani di sentra produksi padi sedikit tersenyum. Kebutuhan untuk menutupi kebutuhan pokok sehari-hari yang cenderung naik dampak dari kenaikan harga BBM, sedikit teratasi.
Sejalan dengan kenaikan harga gabah, harga beras di tingkat penggilingan juga mengalami kenaikan. Kenaikan tertinggi terjadi pada harga beras medium sebesar 4,06 persen dibanding musim sebelumnya. Sementara untuk beras premium mengalami kenaikan sebesar 2,57 persen.
A Pardede (47), salah seorang petani yang dijumpai saat memanen padi di areal persawahannya, Jum'at (23/9/2022), mengungkapkan, produksi hasil panen sedikit meningkat dibandingkan musim panen sebelumnya. Panas matahari dalam satu bulan terakhir dan hama yang tidak terlalu mengganggu, menjadi faktor meningkatnya produksi panen.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Disebutkannya, dalam fase membunting, cahaya matahari sangat diperlukan. Beruntung dalam satu bulan terakhir, cuaca di wilayah Kecamatan Sibabangun mendukung pertumbuhan padi. Sementara, hama lainnya seperti tikus, unggas, dan penggerek batang, tidak berpengaruh signifikan menurunkan hasil panen. Kenaikan produksi panen dikisaran 7,5 hingga 8.9 persen.
“Produksinya menaik, tapi tidak terlampau signifikanlah," ujarnya.
Walaupun begitu, Pardede mengakui, produksi panen yang menaik tidak serta merta membuat petani bisa bernafas lega. Pasalnya, ongkos produksi semisal pupuk, obat-obatan, upah pekerja dan jasa pertanian lainnya juga membengkak. Jika di kalkulasi, pembengkakan ongkos produksi mencapai 20 persen.