WahanaNews-Sumut | Bupati Tapanuli Utara Drs.Nikson Nababan Msi melakukan pertemuan dengan Masyarakat Hukum Adat (MHA) dan Tanda Tangani SK Pengakuan dan Perlindungan MHA, yang diadakan di Sopo Rakyat Rumah Dinas Bupati Tapanuli Utara, Selasa (11/01/2021).
Dalam hal ini komunitas adat langsung bermohon ke Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (Klhk) Republik Indonesia.
Baca Juga:
Polres Simalungun Berhasil Meringkus Pelaku Judi Online di Raya Kahean, Simalungun, Berkat Informasi Masyarakat
"Pemerintah Daerah bukannya tidak respon atas permintaan masyarakat atas tuntutan hutan adatnya, namun untuk mengakui komunitas harus melalui beberapa tahapan," Bupati.
Terbukti dengan mengikuti rapat pembahasan hasil identifikasi dan verifikasi calon hutan adat di Kabupaten Toba dan Kabupaten Tapanuli Utara pada hari Kamis tanggal 25 November 2021, lalu, bertempat di ruang rapat Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan KLHK yang dihadiri sendiri oleh Bupati Taput bersama Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Tapanuli Utara.
Bupati memandang bahwa masyarakat Tapanuli Utara yang mayoritas adalah petani memerlukan lahan sebagai salah satu modal agar petani dapat berdikari yang merupakan salah satu tujuan pendiri Negara Republik Indonesia ini. Menteri lingkungan hidup dalam mengalihfungsikan kawasan hutan negara menjadi hutan adat, maka Pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara terlebih dahulu mengakui keberadaan MHA ini.
Baca Juga:
Kebakaran Tujuh Rumah di Parapat bermula dari lantai dua rumah makan ayam geprek
"Hutan adat dikelola secara komunal berdasarkan aturan adat. Hutan adat yang dimaksud adalah wilayah berhutan sedangkan yang tidak berhutan akan ditetapkan sesuai dengan kegunaannya. Setelah hutan adat ditetapkan nantinya, MHA harus menyusun rencana pengelolaan hutan adat yang harus diketahui baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mendapatkan persetujuan penetapan pengelolaan hutan adat," jelas Nikson.
Kepada MHA, Nikson Nababan berharap MHA agar dapat mengelola hutan adat secara arif sesuai dengan ketentuan adat dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Tanah Adat bukan milik pribadi tetapi milik bersama, semoga ketiga MHA ini dapat terus berjalan dan semakin kuat sehingga dapat menyejahterakan masyarakat adatnya," pungkasnya.
Diharapkan juga nantinya, kegiatan pengelolaan hutan adat ini tidak menimbulkan konflik baik diantara sesama anggota MHA maupun dengan masyarakat sekitar atau dengan Pemerintah. Nantinya pengelolaan hutan adat ini dapat bersanding dengan program-program pemerintah lainnya, terutama mendukung program ketahan pangan.
Dalam kesempatan tersebut Bupati menandatangani SK Bupati tentang pengakuan dan perlindungan MHA tersebut di atas, SK Bupati ini memutuskan keberadaan MHA dan juga wilayahnya dan SK tersebut menjadi dasar Kementrian Lingkungan Hidup untuk menerbitkan penetapan Hutan Adat.
Adapun 3 Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang menerima SK Bupati yaitu, MHA Bius Hutaginjang, Desa Hutaginjang Muara, MHA Nagasaribu Siharbangan Desa Pohan Jae Kecamatan Siborongborong, MHA Aek Godang Tornauli Desa Dolok Nauli Kecamatan Adian Koting. Setiap MHA diwakilkan sebanyak 5 orang.
Dalam penandatanganan SK Bupati tersebut dihadiri oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Masyarakat Nasional Adat (AMAN), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) dan HEPI (Yayasan Healthy Planet Indonesia). [rum]