WahanaNews.co I Menurut catatan Asosiasi Persatuan
Pusat Belanja Indonesia (APBI), sudah ada 7.000 karyawan mall di Sumut kena PHK
(pemutusan hubungan kerja) akibat dampak PPKM.
Baca Juga:
Walau Aku Punya Banyak Sahabat,Ibu nomor satu teman sejatiku "Selamat Hari Ibu"
"Sejak jam operasional kita dibatasi hingga
pemberlakuan PPKM darurat ini sudah sekitar 7.000 karyawan di pusat
pembelanjaan atau mall di Sumatera Utara, baik karyawan pengelola maupun
karyawan dari penjaga toko seperti satpam, cleaning service, dan lainnya,
semuanya sudah kita kurangi untuk melakukan penghematan," kata Penasehat
APBI Sumut Herri Zulkarnaen, Sabtu (17/2021).
Dia mengatakan, keputusan berat ini harus diambil, mengingat
turunnya pemasukan mall atau plaza.
Baca Juga:
Proyek Tol Megah di Sumut, Siantar-Parapat Dijuluki 'Jalan Menuju Surga Danau Toba'
"Sekarang banyak pengelola plaza bukan lagi survive,
melainkan sudah minus semuanya. Itulah kondisi kami sekarang, apalagi kalau
diperpanjang lagi nanti," tambahnya.
Herri mengungkapkan, sebelumnya pihak APBI sudah berusaha
menerapkan strategi, namun hasilnya tidak signifikan.
"Dan kami tidak bisa pungkiri, buat strategi lain lagi
karena promosi yang sudah kita tawarkan secara online dan offline tidak jalan.
Ditambah para penyewa tidak bayar sewa saat ini meminta stimulus terkait
bagaiamana kebijakan dari pada pengelola agar mereka tetap bertahan,"
katanya.
Ia mengatakan, meskipun saat ini mall dalam keadaan tutup
sementara, namun tetap saja ada pengeluaran yang sangat tinggi.
Kerugian mall di Sumut saat ini sudah menyentuh angka
puluhan miliar.
"Kalau masing-masing perusahaan itu tergantung besar
kecilnya mal. Seperti Plaza Millenium, kami mengalami kerugian sekitar Rp 500
juta per bulannya," kata Heu.
Untuk mall besar, sambungnya, kerugian ditaksir mencapai Rp
10 miliar lebih perbulannya.
"Meskipun tutup, kami tetap menggunakan energi listrik
yang sangat tinggi. Semakin besar mall, semakin besar kerugiannya," ujar
Herri.
Dia mengatakan, bila saja mall yang ada di Sumut ini
berjumlah 10, maka kerugian bisa capai Rp 50 miliar per bulannya.
Itu belum lagi pengeluaran tambahan, seperti penyediaan hand
sanitizer, area pencuci tangan dan alat cek suhu tubuh.
"Kami berharap dari pemerintah agar adanya stimulus,
karena sampai saat ini kami tidak diberikan, kami seperti anak tiri, karena
hotel saja diberikan stimulus. Setidaknya adanya stimulus berupa pengurangan
pajak, biaya listrik, dan lainnya yang mempermudah kami. Pemerintah juga kita
harap agar tegas atas dalam kebijakan ini, dan jangan digantung-gantung
terhadap semua sektor," tutupnya. (tum)