WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langkah nyata yang diambil DPR RI dan Pemerintah Kabupaten Batu Bara dalam menangani sengketa lahan petani Simpang Gambus dengan PT Socfindo mendapatkan apresiasi dari Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran.
Penyelesaian persoalan ini dinilai bukan hanya menjadi solusi atas ketidakadilan agraria yang telah berlangsung puluhan tahun, tetapi juga membuka jalan bagi percepatan pembangunan kawasan strategis Pelabuhan Kuala Tanjung sebagai pusat ekonomi dunia.
Baca Juga:
Prabowo, Hati-Hati
“Kami memberikan apresiasi kepada DPR RI dan Pemkab Batu Bara yang dengan tegas menunjukkan komitmen menyelesaikan konflik pertanahan yang sudah terlalu lama membelenggu kemajuan daerah,” ujar Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat MARTABAT Prabowo–Gibran, KRT Tohom Purba, Senin (23/6/2025).
Menurut Tohom, penyelesaian sengketa lahan di Batu Bara merupakan langkah fundamental jika pemerintah serius ingin menjadikan Kuala Tanjung sebagai simpul logistik nasional dan kawasan ekonomi bertaraf internasional.
Dengan status lahan yang bersih secara hukum dan sosial, pembangunan bisa berjalan tanpa hambatan, dan masyarakat pun dapat merasakan manfaatnya secara langsung.
Baca Juga:
Çelebi Aviation Resmi Operasi di Kualanamu, Sumut Disiapkan Jadi Pusat Logistik Baru
“Investasi dan pembangunan hanya bisa tumbuh di atas fondasi keadilan. Dan keadilan pertama yang harus ditegakkan adalah hak masyarakat atas tanahnya sendiri,” tegas Tohom.
Lebih lanjut, ia menilai bahwa langkah Bupati Batu Bara, Baharuddin Siagian, yang mendorong relokasi aktivitas bongkar muat ke Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan strategi cerdas untuk mengefisienkan rantai pasok sektor pertanian dan perkebunan di kawasan tersebut.
“Pemikiran Bupati Batu Bara agar ekspor dipusatkan dari Kuala Tanjung adalah visi yang sangat relevan. Dengan begitu, biaya logistik bisa ditekan, daya saing produk meningkat, dan ekonomi lokal akan tumbuh lebih cepat,” katanya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa Kuala Tanjung memiliki semua syarat untuk menjadi simpul aglomerasi industri dan perdagangan berorientasi ekspor.
Ia menyebut, hambatan paling serius selama ini bukan soal infrastruktur, tetapi tumpang tindih tata ruang dan ketidakpastian legalitas lahan.
“Kawasan Kuala Tanjung seharusnya diproyeksikan menjadi engine of growth baru bagi Sumatera Utara dan Indonesia bagian barat. Tapi semua itu hanya mungkin jika masalah dasar seperti kepemilikan lahan dan kesesuaian tata ruang segera dituntaskan,” ujar Tohom.
Menurutnya, DPR RI dan DPD RI harus terus memperkuat peran pengawasan terhadap kepatuhan korporasi, khususnya di sektor perkebunan, terhadap Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Ia mengingatkan bahwa perusahaan yang menikmati hasil dari sumber daya lokal harus juga tunduk pada aturan lokal dan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.
“Jangan sampai kawasan yang kaya sumber daya justru menjadi tertinggal karena regulasi diabaikan oleh pelaku usaha besar,” tuturnya.
Sebagai penutup, Tohom menyampaikan harapannya agar sinergi pusat dan daerah, terutama melalui penguatan peran DPR dan DPD, dapat terus terjaga demi mempercepat pembangunan kawasan ekonomi strategis nasional berbasis kesejahteraan rakyat.
Sebelumnya, Anggota Komite I DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, guna membahas sejumlah isu strategis, termasuk sengketa lahan antara Kelompok Tani Simpang Gambus dan PT Socfindo.
Ia menegaskan pentingnya penyelesaian konflik agraria ini sebagai bentuk keadilan sosial yang telah lama ditunggu masyarakat.
Penrad juga menyatakan dukungannya terhadap usulan Pemkab Batu Bara agar aktivitas ekspor hasil perkebunan dialihkan ke Pelabuhan Kuala Tanjung.
Ia berkomitmen akan membantu mengadvokasi izin ekspor melalui pelabuhan tersebut kepada pemerintah pusat, karena dinilai akan membawa manfaat besar bagi efisiensi logistik dan pertumbuhan ekonomi daerah.
[Redaktur: Irvan Rumapea]