Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo–Gibran mendukung langkah tegas Kementerian Ketenagakerjaan yang menertibkan Tenaga Kerja Asing (TKA) ilegal di KEK Sei Mangkei belum lama ini.
MARTABAT menilai tindakan tersebut menunjukkan keseriusan pemerintah memperkuat tata kelola ketenagakerjaan, sekaligus memastikan bahwa pembangunan nasional tidak mengabaikan kedaulatan tenaga kerja lokal.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Afriansyah Noor Jadi Wamenaker, Arnod Sihite: Keputusan Tepat untuk Dunia Ketenagakerjaan
Penertiban 94 TKA ilegal di kawasan strategis itu dinilai sebagai momentum penting menuju ekosistem industri yang lebih tertib, transparan, dan selaras dengan visi Indonesia Maju 2045.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo–Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa penegakan hukum di KEK Sei Mangkei mencerminkan arah transformasi yang sedang ditempuh pemerintah.
“Kami mengapresiasi langkah tegas Kemnaker. Ini bukan sekadar penindakan administratif, tetapi sinyal kuat bahwa negara hadir untuk memastikan bahwa setiap tenaga kerja asing harus legal, sesuai kebutuhan, dan tidak menggerus peluang kerja warga Indonesia,” kata Tohom, Jumat (21/11/2025).
Baca Juga:
KSPSI Sambut Baik 5 Program Penyerapan Tenaga Kerja, Pemerintah Janjikan Jutaan Pekerjaan
Ia menilai kebijakan ini penting untuk menjaga dinamika investasi tetap sejalan dengan perlindungan tenaga kerja lokal.
“MARTABAT melihat penertiban ini berada dalam kerangka besar visi Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran. Investor tetap disambut, tetapi regulasi tidak boleh dilanggar. Kedaulatan pasar kerja nasional harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch menambahkan bahwa pengawasan tenaga kerja di kawasan industri -- terutama KEK -- harus lebih modern dan terintegrasi.
“Aglomerasi industri seperti Sei Mangkei hanya bisa tumbuh berkelanjutan jika tata kelola tenaga kerjanya transparan. Sistem pengawasan perlu berbasis data, teknologi, dan koordinasi lintas lembaga. Dengan begitu, potensi pelanggaran dapat dicegah sejak hulu,” jelasnya.
Menurut Tohom, preseden di KEK Sei Mangkei akan memperkuat standar kepatuhan di seluruh kawasan ekonomi khusus.
“Jika semua KEK menerapkan standar penegakan hukum yang sama, maka iklim usaha menjadi jauh lebih sehat dan kompetitif. Langkah seperti ini adalah fondasi menuju Indonesia sebagai pusat manufaktur global pada 2045,” tegasnya.
Tohom menutup pernyataannya dengan ajakan kolaborasi.
“Transformasi ketenagakerjaan tidak mungkin berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Organisasi relawan, dunia usaha, dan pekerja harus bersinergi. Setiap indikasi pelanggaran harus segera dilaporkan agar negara dapat bertindak cepat. Ini bagian dari menjaga masa depan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Sebelumnya, akhir Oktober lalu, pemerintah melalui Kemnaker telah mengeluarkan 94 warga negara asing (WNA) dari lokasi kerja mereka di KEK Sei Mangkei, Simalungun, Sumatera Utara.
Pengusiran tersebut dilakukan di Jalan Kelapa Sawit II No. 1, Sei Mangkei, dan disaksikan oleh otoritas daerah, termasuk Kadisnaker Simalungun Riando Purba, Kabid Pengawasan Sumatera Utara Sevline Rosdiana Butet, serta pimpinan KEK Sei Mangkei.
Plt Dirjen Pengawasan & K3 Kemnaker, Ismail Pakaya, menjelaskan bahwa seluruh WNA tersebut tidak memiliki dokumen perizinan yang dipersyaratkan.
"Ke-94 WNA dikeluarkan dari lokasi kerja di Simalungun karena tak memiliki pengesahan RPTKA sesuai amanat PP 34 Tahun 2021 dan Permenaker 08 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing,” tegas Ismail.
Ia menambahkan bahwa meskipun KEK Sei Mangkei menarik investor domestik maupun asing, seluruh pihak tetap wajib tunduk pada aturan ketenagakerjaan Indonesia.
Aturan RPTKA disebutnya sebagai benteng utama untuk memastikan setiap TKA memiliki legalitas dan tidak menggantikan peluang tenaga kerja lokal.
[Redaktur: Mega Puspita]