WahanaNews.co I Hasil rekomendasi Tim Verifikasi
Teknis (Vertek) Hutan Adat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di
tiga komunitas adat To Lindu, Toro dan Moa Kabupaten Sigi tidak menunjukkan
keberpihakan negara terhadap masyarakat adat.
Baca Juga:
Kasus Dugaan Korupsi, Kejagung Benarkan Geledah KLHK
Demikian rilis berita yang diterima WahanaNews.co dari AMAN
Sulteng, Sabtu (03/07/2021).
Mereka berpendapat, bagaimana tidak, dari total usulan tiga
wilayah itu yakni: Ngata To Lindu 38.266,71 Ha, Ngata Toro 9.658, 00 Ha dan Moa
Seluas 7.738 Ha yang jika total 55,662,71 Ha, hanya 5.345 Ha yang
direkomendasikan.
Baca Juga:
34 Sekolah Binaan DLH Kota Tangerang Raih Penghargaan Adiwiyata Nasional dan Mandiri
Ini berarti, melalui tim verifikasi teknis, negara hanya
mengakui 9,6 persen hutan adat yang telah diusulkan.
Rekomendasi tim verifikasi teknis hutan adat KLHK ini,
adalah bukti dari sikap negara yang memandang sebelah mata terhadap eksistensi
masyarakat adat yang berdaulat sebelum
NKRI terbentuk dan Konstitusi Negara yang menjadi dasar sikap seluruh
kelembagaan dan aparatur negara dalam memperlakukan Masyarakat Adat, baik dalam
kebijakan maupun program-program pembangunan negara. Tegas bahwa, tim vertek
Kementerian LHK telah mengabaikan kedua hal substansi ini.
Selain itu, rekomendasi dari tim verifikasi teknis KLHK ini
telah bertindak gegabah, karena sesungguhnya hasil rekomendasi itu sama halnya
menghapuskan keberadaan Masyarakat Adat, khususnya tiga komunitas pengusul di
Kabupaten Sigi (To Lindu, Toro dan Moa).
Menghilangkan 90,4 % wilayah adat, sama halnya menghilangkan
hak asal usul dan kedaulatan masyarakat adat pada tanah airnya yang telah
diwarisi ratusan tahun lamanya.
Padahal masyarakat adat telah dilindungi oleh konstitusi,
juga dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No 35 Tahun 2012, yang menegaskan bahwa
Hutan Adat adalah Hutan yang berada di wilayah adat, dan bukan lagi Hutan
Negara. Oleh karena itu segala sesuatu yang ada dalam wilayah masyarakat Adat
memiliki tata nilai yang diakui dan dipatuhi oleh masyarakat Adat.
Ditegaskan kembali, bahwa mengurangi dalam jumlah yang
sangat besar (90,4 %) usulan tiga komunitas masyarakat Adat To Lindu, Toro dan
Moa di Kabupaten Sigi, berarti negara sedang menghancurkan identitas dan
peradaban masyarakat adat.
Berkaitan dengan kenyataan di atas, maka Sekber Kawal Hutan
Adat Sulawesi Tengah menuntut:
Pengakuan Negara terhadap seluruh usulan hutan adat tiga
komunitas (To Lindu, Toro dan Moa) di Kabupaten Sigi.
Bupati Sigi Bersama-sama masyarakat tiga komunitas Adat
memperjuangkan hutan adat di Kabupaten Sigi.
Jika Negara tidak mengakui Hutan Adat
sebagaimana usulan tiga komunitas hutan adat, maka komunitas masyarakat Adat
tidak mengakui keberadaan Negara. (tum)