Sumut.WAHANANEWS.CO - Kenaikan permukaan air Danau Toba hingga hampir dua meter bukan sekadar anomali cuaca, tapi telah menjelma menjadi ancaman nyata bagi sektor pariwisata dan pertanian yang menjadi tumpuan ekonomi masyarakat sekitar.
Menyikapi kondisi ini, Dewan Pimpinan Pusat MARTABAT Prabowo-Gibran buka suara dan menyerukan langkah cepat dan terkoordinasi dari pemerintah pusat serta Badan Otorita Danau Toba (BODT).
Baca Juga:
Dukung Percepatan Metropolitan Rebana, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi MOU GMF AeroAsia, BIJB dan Bappenas Terkait Rencana Pembangunan Bengkel Pesawat (MRO) di Bandara Kertajati
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa fenomena ini tidak boleh lagi dianggap sebagai kejadian musiman semata.
“Kami menyarankan adanya audit lingkungan menyeluruh dan percepatan langkah antisipatif dari BODT, BBWS, dan instansi teknis lainnya. Jangan sampai keindahan Danau Toba yang selama ini menjadi aset nasional justru berubah menjadi sumber petaka karena abai terhadap keseimbangan ekologisnya,” ujar Tohom, Kamis (24/4/2025).
Ia menilai, naiknya permukaan air secara drastis menunjukkan lemahnya sistem mitigasi lingkungan di kawasan otorita dan menandakan perluasan tanggung jawab yang tidak bisa hanya dibebankan pada satu institusi.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Sektor Pariwisata Salah Satu Potensi Utama di Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur
Menurutnya, tak ada salahnya BODT merevisi skenario pengelolaan lingkungan berbasis konservasi, bukan hanya promosi pariwisata semata.
“Saya percaya bahwa dengan sinergi yang kuat, kita bisa menjaga Danau Toba tetap menjadi simbol kemegahan alam dan warisan budaya Batak. Tapi, kita butuh kemauan politik, kepekaan ekologis, dan partisipasi aktif masyarakat,” tambahnya.
Tohom juga menyoroti kurang optimalnya komunikasi antara pengelola kawasan dan masyarakat adat, petani, serta pelaku wisata yang selama ini menjadi penjaga kearifan lokal Danau Toba.
Ia mengapresiasi langkah Narasaon yang telah memulai forum diskusi terbuka dan mendorong dilakukannya audiensi dengan BBWS Sumatera II dan PT Inalum.
“Mereka yang tinggal di sekitar danau memiliki intuisi ekologis, sehingga layak didengar,” katanya.
Sebagai bagian dari upaya jangka panjang, Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menyarankan pembentukan task force lintas sektor yang melibatkan unsur masyarakat adat, geolog, akademisi, serta pemerintah daerah dan pusat untuk memetakan ulang kerentanan ekologis Danau Toba.
Menurutnya, penyebab utama naiknya air Danau Toba merupakan bagian dari proses geohidrologi dari kawasan hulu seperti Dairi dan Karo yang belum diantisipasi secara sistematis.
“Jangan lupa, danau ini hidup dalam lanskap hidrogeologis yang luas. Bila daerah tangkapan air tidak dijaga, maka Danau Toba akan terus terancam,” tegas Tohom.
Di tengah keprihatinan itu, Tohom tetap menyuarakan optimisme. Ia menyebut bahwa krisis ini adalah peluang untuk memperbaiki sistem tata kelola dan membangun sinergi lintas sektor.
“Ini momentum emas untuk memperbaiki sistem dari hulu ke hilir. Kalau kita bisa menyelamatkan Danau Toba sekarang, kita tak hanya menyelamatkan pariwisata, tapi juga harga diri dan masa depan masyarakat Batak,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]