Sumut.WAHANANEWS.CO, Medan - Langkah tegas Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Medan dalam menggulung premanisme mendapat apresiasi tinggi dari berbagai kalangan.
Salah satunya datang dari organisasi relawan nasional MARTABAT Prabowo-Gibran, yang menilai tindakan tersebut sebagai fondasi penting dalam menciptakan iklim investasi yang sehat menjelang realisasi kawasan metropolitan Mebidang (Medan–Binjai–Deli Serdang).
Baca Juga:
Terletak di Jalur Strategis Selat Malaka, MARTABAT Prabowo-Gibran: Pelabuhan Kuala Tanjung Siap Jadi Transshipment Port Internasional
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyatakan bahwa pemberantasan premanisme bukan hanya soal keamanan publik, tetapi juga menyangkut masa depan tata kota dan daya saing wilayah metropolitan di Sumatera Utara.
“Tidak akan pernah ada pembangunan yang sehat dan berkelanjutan di atas fondasi yang dirongrong premanisme. Apa yang dilakukan Polrestabes Medan adalah langkah strategis dalam menyelamatkan wajah Medan sebagai pusat gravitasi pertumbuhan Sumatera bagian utara,” tegas Tohom, Sabtu (28/6/2025).
Menurutnya, kehadiran 320 personel gabungan TNI, Polri, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan dalam razia besar-besaran merupakan bukti bahwa negara tidak tinggal diam terhadap keresahan warga.
Baca Juga:
Dukung Percepatan Pembangunan Kawasan Metropolitan Rebana, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Kemenhub Siapkan Bandara Kertajati Khusus Embarkasi Haji dan Umrah
Dalam konteks pembangunan kawasan aglomerasi Mebidang, lanjut Tohom, penegakan hukum seperti ini menjadi syarat mutlak agar Medan tidak berubah menjadi "kota gelap" yang ditinggalkan investor.
“Premanisme bukan sekadar kriminalitas jalanan. Ia adalah bentuk kejahatan sistemik yang merusak alur ekonomi, menghambat distribusi logistik, menakut-nakuti UMKM, dan bahkan menciptakan ilusi bahwa hukum bisa dibeli atau diabaikan,” paparnya.
Tohom juga menilai, kekerasan yang dilakukan preman terhadap pedagang, penjaga konter, maupun pengguna jalan telah menimbulkan trauma sosial yang mengendap.
“Ketika masyarakat tidak percaya lagi bahwa negara bisa melindungi mereka, di situlah premanisme tumbuh subur. Maka langkah Kapolrestabes Medan sangat tepat dan harus konsisten dijaga,” imbuhnya.
Tak hanya memberi apresiasi, Tohom juga menekankan bahwa agenda pembangunan kawasan Mebidang membutuhkan kolaborasi lintas sektor.
“Ini bukan semata kerja aparat keamanan. Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, bahkan relawan harus bergerak bersama untuk menanamkan budaya tertib dan aman,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch, sebuah forum pemantau dan advokasi kawasan metropolitan, mengingatkan bahwa konsep aglomerasi bukan sekadar pembangunan fisik.
Menurutnya, stabilitas sosial adalah prasyarat utama agar rencana integrasi Mebidang berjalan lancar.
“Kita bicara kawasan aglomerasi, artinya keterhubungan antarkota dan antaraktornya harus efisien dan bebas hambatan. Bayangkan jika jalur distribusi tersumbat karena pungli atau intimidasi jalanan. Maka rencana besar pemerintah akan mandek di tengah jalan,” kata Tohom.
Ia pun mengajak seluruh elemen, terutama generasi muda di Medan, untuk berani mengatakan tidak terhadap premanisme.
“Tidak boleh ada kompromi. Premanisme bukan bagian dari budaya lokal yang patut dirawat, tapi patologi sosial yang harus dibersihkan,” tegasnya.
Sebelumnya, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan menjelaskan bahwa operasi besar-besaran melibatkan ratusan personel gabungan tersebut merupakan instruksi dari pimpinan pusat, termasuk Presiden, Menko Polhukam, Panglima TNI, Kapolri, dan Mendagri.
Ia menegaskan bahwa aksi premanisme di Medan sudah pada titik mengganggu aktivitas ekonomi dan investasi masyarakat.
“Kita tidak rela Medan dicap sebagai kota preman. Kita tidak rela Medan jadi Gotham. Ini saatnya kita bersatu menyapu bersih arogansi dan kesewenang-wenangan di ruang publik,” ujar Kombes Gidion saat melepas Satgas Anti Premanisme.
Ia juga menekankan pentingnya patroli dialogis sebagai upaya preventif dan responsif yang lebih humanis.
Masyarakat pun diimbau aktif melapor melalui layanan call center 110 untuk memastikan penanganan cepat terhadap segala bentuk ancaman premanisme.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]