Penulis : Junjun Wijaya, S.Stat.
Statistisi Ahli Pertama Badan Pusat Statistik Kabupaten Dairi
Baca Juga:
Ikatan Akademi Paradigta Indonesia, 23 Kader Pekka Angkatan 1 di Meranti Diwisuda
WahanaNews-Sumut | Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia resmi mengalami kenaikan harga. BBM jenis pertalite dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000, solar subsidi dari Rp 5.150 menjadi Rp 6.800, dan pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. Hal ini diumumkan langsung oleh Presiden Indonesia bersama beberapa Menteri terkait, termasuk Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menteri Keuangan melalui konferensi pers pada Sabtu (3/9).
Penetapan harga baru BBM tentunya sudah melalui tahap pembahasan dan kalkulasi yang matang. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022 menyatakan total subsidi dan kompensasi untuk BBM, LPG, dan listrik mencapai Rp 502,4 triliun, naik tiga kali lipat dari sebelumnya. Nilai tersebut diduga akan meningkat hingga akhir tahun berdasarkan perhitungan menggunakan angka estimasi Indonesian Crude Price (ICP) atau harga patokan minyak mentah Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil kebijakan dengan cara menyesuaikan harga BBM untuk menekan biaya subsidi demi mengawal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) agar tetap kuat dalam pemulihan ekonomi kedepannya.
Menteri ESDM menyampaikan berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) yang dihasilkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), secara umum kelompok terkaya mengkonsumsi lebih banyak BBM. Rata-rata konsumsi BBM kelompok terkaya mencapai 61,7 liter dengan pengeluaran Rp 561 ribu per bulan. Kelompok ini juga mengkonsumsi hampir 25 persen dari total konsumsi BBM nasional. Meskipun kelompok terkaya mengkonsumsi lebih banyak BBM, namun beban kenaikan harga tertinggi berada di kelompok miskin.
Baca Juga:
2000 Peserta Ramaikan Pawai Ta'aruf MTQN Ke 55 dan Festival Nasyid Tingkat Kecamatan Meranti
Mengingat kenaikan BBM yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, banyak sektor yang terdampak sehingga mengakibatkan kenaikan harga-harga hingga angka kemiskinan. Pada tahun 2005, BPS mencatat inflasi mencapai 17,11 persen dengan persentase kemiskinan sebesar 15,97 menjadi 17,75 di tahun 2006. Selanjutnya kenaikan harga BBM terjadi pada tahun 2013 dan 2014, berturut-turut nilai inflasi sebesar 8,38 dan 8,36 persen dengan angka kemiskinan sebesar 11,37 dan 11,25 persen. Penurunan persentase inflasi dan kemiskinan dari tahun 2013 ke 2014 tersebut dinilai lantaran kebijakan bantuan sosial sudah mulai baik dibandingkan sebelumnya.
Di awal september lalu, BPS merilis bahwa pada Agustus 2022 Indonesia mengalami deflasi sebesar 0,21 persen, angka ini merupakan angka gabungan dari 90 kota di Indonesia. Tingkat inflasi tahun kalender (Agustus 2022 terhadap Desember 2021) sebesar 3,63 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2022 terhadap Agustus 2021) sebesar 4,69 persen. Deflasi terjadi karena adanya penurunan harga yang ditunjukkan oleh turunnya beberapa indeks kelompok pengeluaran, yang paling besar adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 0,48 persen.
Berkaca dari kenaikan harga BBM sebelumnya, pada bulan September diindikasi akan terjadi kenaikan harga atau inflasi, jumlah masyarakat miskin bertambah hingga kesejahteraan masyarakat khususnya petani semakin menurun. Tak dipungkiri bahwa kenaikan harga BBM juga mempengaruhi biaya produksi maupun distribusi sehingga harga barang dan jasa ikut meningkat. Namun, kepastian angka inflasi dari dampak kenaikan harga BBM ini akan dilaporkan BPS di awal Oktober nanti.