WahanaNews-Sumut | Saat ini, kebesaran pers di Indonesia bukan haya bebas, melainkan sudah memasuki fase super bebas. Kebebasan ini lahir pasca reformasi tahun 1998.
"Kalau hari ini untuk di Indonesia, persnya bukan bebas, tapi super bebas. Sekarang kebebasan pasca reformasi itu mendapatkan ruang yang luas. Kalau soal kebebasan, saya kira sudah mendapat tempatnya," ungkap Ketua Persadaindonesia.id yang juga Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ganjar Pranowo ketika menjadi narasumber pada Talkshow Radio Deli Serdang Berseri (DSB) dari arena Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Lapangan Astaka, Jalan Willem Iskandar, Desa Medan Estate, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Kamis (9/2/2023).
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Hanya saja, sambung Ganjar, kebebasan pers yang luar biasa itu harus dibarengi dengan tanggungjawab demi menghasilkan produk atau konten berita yang baik dan mengedukasi.
"Mungkin hari ini ada tambahannya, seperti yang disampaikan Presiden dan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) tadi, harus bertanggungjawab. Setelah bebas dapat, bertanggungjawab dapat, maka konten kita harus mengedukasi. Mesti benar, tidak hoaks, tidak membully, menjadi tempat pertanggungjawaban kepada masyarakat kita mendapatkan informasi yang baik. Tinggal dimodifikasi, biar tidak jadul," terang Ganjar.
Kata Ganjar lagi, untuk mewujudkan kebebasan pers yang bertanggungjawab, dibutuhkan edukasi yang tidak pernah berhenti. Karena, ketika terjadi disrupsi, tantangannya tidak hanya konten, tapi juga teknologi.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
"Kita sampaikan kepada Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) ini, hey kita ini siaran konvensional kan. Tapi mestinya, ini bisa kita generate dengan berjejaring melalui media sosial. Maka, medsos dari LPPL ini pun akan serial dan menginformasikan kebaikan dengan terus menerus agar masyarakat bisa cerdas. Dan pelajar pun bisa diedukasi terkait dengan informasi," paparnya.
Menyikapi soal penyampaian aspirasi masyarakat atas kebebasan pers yang luar biasa saat ini, Ganjar menekankan agar semua pihak, baik media dan narasumber harus sama-sama menjaga perasaan dalam koridor etis.
"Contohnya, media bertanya pada narasumber, Bupati. Tidak menjudgement (menghakimi), tidak cynical (sinis). Ditanya identitasnya juga mengerti. Kalau semua itu ada, jadi sebagai narasumber wajib memberikan informasi. Jadi pemahaman kedua ini juga harus menjadi baik dan eksepektasi publik yang pengen mendapat informasi seterbuka mungkin. Maka itu, menjadi kewajiban untuk memberi informasi," terang Ganjar.