WahanaNews-Sumut | Hingga saat ini, sampah masih menjadi momok yang menakutkan di Indonesia. Selain mencemari lingkungan, persoalan sampah juga mengancam target nol emisi. Metode pengumpulan dari sumber hingga diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), belum mampu menyelesaikan persoalan. Bahkan berpotensi menimbulkan masalah baru, yakni ancaman longsoran sampah.
Masih segar dalam ingatan, peristiwa tragis yang menimpa warga Kampung Cilimus dan Kampung Pojok, Kota Cimahi, Jawa Barat. Kedua pemukiman yang jaraknya sekitar 1 km dari TPA Leuwigajah itu luluh lantah disapu longsoran sampah.
Baca Juga:
Bobby Kampanye di Tapsel: Kami Anak dan Menantu Mulyono
Tragedi Leuwigajah 21 Februari 2005, merupakan bencana alam terbesar di Indonesia, yang pernah terjadi dari pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Lebih dari 143 orang tewas dalam peristiwa mengenaskan itu.
Suka tidak suka, mau tidak mau, dibutuhkan penanganan khusus terhadap fenomena sampah yang kian menggunung, Berbagai upaya dilakukan, beragam sistem dikampanyekan, agar sampah tidak lagi menjadi gulma dan menimbulkan bencana alam.
Salah satu upaya untuk bisa membuat sampah menjadi lebih berharga adalah dengan melakukan daur ulang, membuatnya menjadi barang layak pakai. Inilah kebijakan yang dilakukan Koperasi Imajinasi Cerdas Berkarya (ICB), Kelurahan Wek II, Kecamatan Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Baca Juga:
Jengkel Sering Ditanya 'Kapan Nikah', Pria di Tapanuli Selatan Habisi Tetangganya
Setiap hari, puluhan anggota komunitas peduli lingkungan hidup ini menyatroni Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Aek Sirara. Mereka mengumpulkan sampah-sampah organik, anorganik dan residu. Sampah-sampah ini di daur ulang menjadi produk bermanfaat, seperti souvenir dan pupuk kompos.
"Awalnya hanya sebatas individu-individu yang peduli dengan lingkungan hidup," ujar Sekretaris Koperasi Imajinasi Cerdas Berkarya (ICB), Lutfhi Rahman, disela-sela seminar Pengenalan Sistim Ekonomi Sirkular Dalam Pengelolaan Sampah, yang di selenggarakan PT Agincourt Resources, di komplek SMPN 1 Batangtoru, Rabu (22/2/2023).
Dipaparkannya, dari niat hanya ingin membangun kesadaran bagi masyarakat untuk mengelola sampah dengan baik, berbagai produk daur ulang yang dilakukan Koperasi ICB telah memberikan manfaat secara ekonomis. Daur ulang berupa pupuk kompos dan berbagai jenis kerajinan tangan (souvenir) berhasil dikonversi menjadi uang.
"Omset penjualan kita bisa mencapai Rp 5 juta per bulannya," tukas Lutfhi.
Menurut Lutfhi, eksitensi Koperasi ICB yang telah berlangsung 1 tahun lebih, tidak terlepas dari pendampingan yang diberikan PT Agincourt Resources. Pengelola Tambang Emas Martabe ini secara kontinyu memberikan dukungan dan motivasi. Kolaborasi antara PTAR dengan Koperasi ICB berhasil menselaraskan keinginan melestarikan alam, dengan pengelolaan sampah yang bernilai ekonomis.
"Selain dari TPST Aek Sirara, kita juga mendapat pasokan sampah dari PTAR, yang menjadi bahan baku berbagai jenis souvenir. Pihak PTAR juga memberikan bantuan alat-alat pertukangan," timpalnya.
Sementara itu, Superintendent Environmental Site Support PTAR, Syaiful Anwar, menyebukan, pendampingan yang dilakukan pihaknya merupakan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar tambang.
Melalui kolaborasi daur ulang, PTAR mencoba membangun kesadaran bagi masyarakat, bahwa apabila dikelola dengan baik, sampah dapat memberikan manfaat ekonomis. Untuk kedepannya, Syaiful berharap, Koperasi ICB bisa menjadi pelopor bank sampah di Kecamatan Batangtoru.
"Pembinaan yang kita lakukan agar bagaimana Koperasi ICB tidak hanya mengelola sampah yang ada di tambang dan di TPST Aek Sirara, tapi sampah dari masyarakat juga. Harapannya kedepan, Koperasi ICB bisa menjadi pelopor bank sampah di Kecamatan Batangtoru," sebutnya.[tum]