WahanaNews.co I Setelah gagal mencapai kesepakatan
antara PT Dairi Prima Mineral (DPM) dan masyarakat Desa Longkotan, akhirnya
masyarakat menghentikan pekerjaan pembangunan Tailing (pengolahan limbah) milik
PT DPM, Kamis (21/07/2021).
Baca Juga:
Tim Penyidik DJP Sita 4 Truk BBM Terkait Penggelapan Pajak
Pada pertemuan dengan masyarakat desa Longkotan hari Rabu
(21/07/2021) kemarin, pihak PT DPM diwakili Humas, Budi Situmorang, Nazar
Cibro, dan beberapa orang mewakili dari perusahaan Tiongkok.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Kepala Desa Longkotan,
Jakobus Sirait dan juga perwakilan dari Polsek Parongil.
Baca Juga:
Imbas Tak Bayar Sewa Kantor, Akses Masuk PT DPM Diblokir Warga
Pertemuan pertama di pagi hari sempat alot. Kepala Desa
mengatakan, perusahaan harus menepati janji-janjinya kepada masyarakat, terlebih
dalam hal persoalan-persoalan tanah.
Jakobus Sirait mengatakan, bahwa ada janji PT DPM akan
membayarkan tanah pada bulan Desember tahun lalu tapi sampai sekarang tidak
jadi dibayarkan.
Ketika awak media menanyakan tanah siapa? "Tanah saya sendiri," kata Sirait sembil
menunjukkan bukti-bukti perjanjian pembayaran tanah dari handphonenya.
Kemudian keluarga Jaspen Sihaloho merasa sangat keberatan
dengan aktivitas pembangunan Tailing tersebut.
Karena menurut mereka sangat dekat kerumahnya, jaraknya
kurang lebih 10 meter.
"Sehingga mengganggu, suara bising, debu dan limbah lain
dari pekerjaan proyek itu sangat mengganggu kami," ucap jaspen sihaloho
Sementara Erik Manik mengatakan, pihaknya menjual tanahnya karena mendukung PT DPM,
dan PT DPM berjanji kalau mereka selaku pemilik lahan akan dipekerjakan.
"Buktinya mana? bohong semua," ucap Erik Manik.
Frengki Sitorus juga mengatakan, "Siapa yang berani bertanggung jawab kalau nanti tanah dan
tanaman saya rusak karena pembangunan Tailing ini," kata Frengki.
Dicecar pertanyaan demikian, Humas PT DPM tidak bisa
menjawab dengan alasan classic. "Saya
bukan pengambil keputusan," kata Budi Situmorang.
Diakhir pertemuan, masyarakat dan PT DPM gagal mendapatkan
kesepakatan dan pembangunan Tailing dihentikan.
Dalam pertemuan itu, sempat terjadi cekcok mulut antara
Humas PT DPM dan awak media yang melakukan peliputan. Itu karena Humas PT DPM
keberatan untuk diliput.
"Biarkan jurnalis melakukan tugasnya jangan dihalang-halangi,"
ucap Jonson Panjaitan warga setempat.
Akhirnya Humas PT DPM pun terdiam dan tidak protes lagi ke
jurnalis.
Pada sore harinya, pihak PT DPM melalui Humas, mencoba
bernegoisasi lagi dengan warga. Mereka menawarkan pekerjaan kepada anak Bapak
Jaspen Sihaloho.
"Ternyata sudah 4 tahun lamaran anak Bapak di PT DPM. Saya
baru lihat, nanti bisalah kerja tapi harian dulu bukan kontrak atau permanen," bujuk
Budi Situmorang.
Tapi dengan tegas istri Pak Jaspen menolak tawaran tersebut.
"Kami dari keluarga Sihaloho tidak akan mengizinkan
pembangunan ini. Karena kami sangat terganggu atau tunjukkan aturan mana,
mengizinkan pekerjaan yang sedekat ini dengan masyarakat dan sangat menggangu
masyarakat dan diperbolehkan," tegas istri Pak Jaspen.
Kembali lagi, Humas PT DPM tidak bisa menunjukkan izin atau
peraturan tersebut.
Pantauan awak media dilapangan, jarak dari lokasi
pembangunan Tailing dari rumah warga paling hanya puluhan meter.
Jarak dari Tailing ke Gereja HKBP disana juga
sama. Hingga berita ini diturunkan pekerjaan pembangunan Tailing itu masih
dihentikan. (tum)