WahanaNews.co I Kantor Komisi Nasional dan Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) di datangi perwakilan Masyarakat Adat Natumingka bersama
Aliansi Gerakan Rakyat (GERAK) Tutup TPL, untuk mengadukan terkait kriminalisasi dan kekerasan yang dilakukan pihak
PT. Toba Pulp Lestari (TPL), Kamis (27/05/2021).
Baca Juga:
Kasus Kematian Vina-Eki Cirebon: Komnas HAM Rekomendasi Polri Evaluasi Polda Jabar-Polres
Utusan GERAK Tutup TPL bersama utusan Masyarakat Adat Huta
Natumingka mendatangi Komnas HAM RI untuk menyampaikan pengaduan kasus
pelanggaran HAM yang dialami Masyarakat Adat Natumingka dan Masyarakat Adat
Batak pada umumnya.
Baca Juga:
Pemantauan Kasus Vina dan Eki Dirampungkan Komnas HAM
Para utusan diterima oleh Komisioner Choirul Anam bersama
staff di ruang Asmara Nababan.
Abdon Nababan, salah satu utusan dari Aliansi GERAK,
memberikan pengantar atas kedatangan utusan untuk memulai proses pengaduan.
"Kasus kekerasan terhadap Masyarakat Adat Natumingka
hendaknya menjadi yang terakhir. Jangan ada lagi Natumingka-Natumingka lainnya.
Saat kejadian, aparat kepolisian berada di lokasi dan menyaksikan bentrokan
tersebut, namun mereka diam saja bahkan cenderung membela karyawan TPL. Itu
jelas pelanggaran HAM," katanya.
Setelah memberikan pengantar, ia mempersilakan utusan
Masyarakat Adat Natumingka untuk langsung menyampaikan pengaduan kepada Komnas
HAM.
Yanto Simanjuntak, Adik Jusman Simanjuntak, korban kekerasan
18 Mei 2021 yang viral di media sosial, mengatakan bahwa kehadiran TPL justru
membawa kesengsaraan. Mereka yang sedang menanam jagung di tanah adatnya
tiba-tiba diduduki TPL dan ingin ditanami eucalyptus.
"Kami jelas tidak menerima, sebab itu wilayah adat kami
secara turun-temurun," jelasnya.
Tidak hanya Yanto, Abangnya, Kenan Simanjuntak, juga turut
hadir.
Ia mengatakan kalau PT TPL harus ditutup. Adiknya yang
menjadi korban kekerasan adalah bukti bahwa TPL hanya menjadi penyengsara orang
Batak.
Saudaranya yang lain turut hadir yakni Jannes Simanjuntak.
Ia menjelaskan sekaligus mengharapkan tindakan konkret dari Komnas HAM terkait
kasus di Natumingka.
Senada dengan Abdon, ia juga menekankan agar kasus serupa
dituntaskan dan jangan terjadi lagi di daerah-daerah lain di Toba.
Utusan lain dari Aliansi GERAK juga turut berbicara, di
antaranya Johannes Marbun dari Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) dan Darman
Siahaan dari Naposo Batak Jabodetabek (Nabaja).
Johannes, menyoroti beberapa hal yaitu; persoalan pencemaran
lingkungan Danau Toba; Perihal kekerasan dan kriminalisasi dan tentang
penggelapan pajak oleh perusahaan Sukanto Tanoto.
Sedangkan Darman Siahaan, menekankan kalau TPL sudah merusak
lingkungan secara terus-menerus, mengatakan kepada Komnas HAM agar kasus-kasus
ini diselesaikan segera, sehingga ke depan tidak ada lagi pengaduan-pengaduan
serupa ke Komnas HAM.
Atas pengaduan tersebut, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam
memberikan tanggapan, akan mendesak Kapolres Toba, segera mengusut tersangka
pelaku kekerasan terhadap Masyarakat Adat Natumingka.
"Kami akan mendesak Kepolisian agar segera memprosesnya,"
katanya.
Kemudian juga akan mendesak Kepolisian memastikan ke-3 orang
tersangka yang dilaporkan PT TPL agar status tersangkanya segera dicabut.
"Hal-hal ini adalah tindakan tercepat yang akan kami kejar
supaya bisa cooling down atau reda dulu dari situasi yang tengah memanas,"
tambahnya.
Kami juga akan hadir di tengah-tengah masyarakat, baik
secara langsung maupun lewat pertemuan daring menggunakan Zoom, untuk mendapat
informasi tentang potret dan situasi lapangan.
"Untuk itu, kami ingin berkomunikasi langsung
dengan perwakilan dari 7 Kabupaten di mana konflik-konflik tercipta atas
kehadiran TPL. Kami juga akan mengkonsolidasikan data-data yang sudah ada di
Komnas HAM terkait laporan dari komunitas-komunitas adat di Tano Batak yang
sebelumnya juga banyak berkonflik dengan TPL, baik yang ada di bagian pelaporan
maupun di bagian mediasi," tutur Choirul Anam. (tum)