WahanaNews-Sumut | Sejak di umumkan Presiden Republik Indonesia pada tanggal 21 April 2022 dan dilanjutkan pemberlakuan resmi pelarangan ekspor CPO dan Minyak Goreng di tanggal 28 April 2022 hingga hari ini tanggal 4 Mei, berimbas menurunnya harga jual Tandan Buah Sawit (TBS) sudah dirasakan oleh petani sawit.
“Andailah Pemerintah sudah terlebih dulu siapkan kemampuannya menampung seluruh buah petani atau Perusahaan PKS BUMN berperan menampung buah petani, kita mungkin tidak separah seperti saat ini,” ucap Mawardi petani sawit, Jumat (6/5/2022).
Baca Juga:
Unggul Jauh, Bobby-Surya Kuasai Quick Count Pilkada Sumatera Utara
Sambung Mawardi, larangan Ekspor CPO dan Minyak Goreng sudah berjalan. Belum juga ada tanda-tanda terang di bawah.
Lebaran sudah terlewati, namun harga minyak goreng belum menunjukan tanda-tanda mendekati harga eceran tertinggi (HET) sebagaimana ditentukan Permendag No. 22 Tahun 2022. Karena pelaku usaha pasti akan menghabiskan stok yang telah terbeli sebelum peraturan berlaku, berdasarkan harga saat ini.
“Pengecer pasti akan menahan pembelanjaannya sampai stok habis. Itu cara pedagang menghindari kerugian atas stok yang sudah terlanjur dibeli,” jelas Mawardi
Baca Juga:
Tanah Longsor di Padang Lawas, Satu Keluarga Tewas Akibat Hujan Deras
Dengan penundaan pembelian oleh pihak pengecer, tentu berdampak pada ketersediaan stok di level distributor 1 dan distributor 2 dan terjadilah efek bola salju sehingga produsen pun akan kelebihan stok dan memperlambat produksi untuk memperlambat masa berlaku produk.
“Perlambatan dan penyumbatan akan berdampak pada kelimpahan stok di posisi paling hulu dan Pabrik Pengolahan TBS. Apakah Petani Sawit sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya jika terjadi penyumbatan di hilir," sebutnya.
Hal ini sudah terlihat jelas dengan porak-porandanya harga TBS di berbagai provinsi sentra sawit, yang terata mengalami penurunan sebesar Rp 1.100 – Rp1.700 /kg. Harga ini tentu membawa petani sawit kembali mundur ke tahun 2018 di mana harga sawit bisa di bawah Rp 2.000/kg . Situasi ini tentu menjepit petani sawit, belum lagi harga pupuk yang mahal,membuat para petani sawit terlilit hutang.