Oleh: Drs. Thomson Hutasoit.
WahanaNews-Sumut | Makna hakiki perjuangan para pendiri bangsa (founding fathers) memerdekakan Indonesia sesungguhnya ialah agar bangsa berdaulat menentukan nasibnya terbebas dari tekanan, intervensi dari bangsa atau negara mana pun di dunia.
Baca Juga:
Perang Melawan Narkoba: Polda Sumut Ungkap 32 Kasus dan Sita 201 Kg Sabu, 272 Kg Ganja serta 40.000 butir Ekstasi
Sebab, tidak ada satu bangsa atau negara terjajah, baik fisik maupun verbal berdaulat menentukan nasibnya dan/atau arah kebijkan karena selalu didikte negara penjajah kolonial.
Alinea Pertama Pembukaan UUD RI 1945 dengan tegas mengatakan, "Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan prikeadilan.
Alinea Kedua Pembukaan UUD RI 1945 berbunyi, "Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur".
Baca Juga:
Lengkap Penderitaan ! Jalan Rusak Sampah Menumpuk Tepat dibelakang Telkom Kota Perdagangan
Dari konteks dua alinea Pembukaan UUD RI 1945 di atas terlihat jelas, terang-benderang, bahwa makna hakiki dan tujuan merebut kemerdekaan ialah mewujudkan kedaulatan bangsa dan negara, "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial...dst (Alinea Keempat Pembukaan UUD RI 1945).
Fase perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dimulai Pergerakan Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, dan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno - Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia sejatinya adalah spirit kebangsaan (Nasionalisme) jilid satu yang harus diisi dengan action plan sebagaimana dikatakan Bung Karno, "Revolusi Belum Selesai" karena kemerdekaan sesungguhnya adalah pintu gerbang mewujudkan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur pada fase selanjutnya (Nasionalisme jilid dua-red).
Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah merdeka secara de jure dan de facto, tapi kemerdekaan secara substansial masih belum terwujud nyata bagi perikehidupan seluruh rakyat tanpa kecuali.
Karena sebagaimana ditegaskan Ho Chi Minh, "Kemerdekaan bangsa adalah kemerdekaan mayoritas rakyat, kemerdekaan adalah untuk menciptakan kebahagiaan murni dan merata kepada seluruh rakyat, dan kemerdekaan hanya pantas dinamakan sebagai kemerdekaan dalam hal Dalam Negeri dimaksud tidak ada lagi rakyat yang masih menderita atau yang masih belum mengalami kebahagiaan dalam hidupnya" (Fajar As, 1998).
"Revolusi Belum Selesai" adalah Nasionalisme jilid dua yaitu perjuangan membebaskan rakyat Indonesia dari cengkraman, belenggu kebodohan, ketertinggalan, kemiskinan, kemelaratan, kualitaa kesehatan buruk, diskriminasi, ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), perampasan hak keperdataan tradisional masyarakat hukum adat (MHA), tekanan dan intervensi pihak asing, penjajahan sesama anak bangsa, dan lain sebagainya.
Untuk menyegarkan memory publik, selama 70 tahun pasca kemerdekaan tak pernah lepas dari tekanan, intervensi pihak asing sehingga Indonesia merdeka adalah negara "tanpa kedaulatan".
Negara asing mendikte, menekan, mengintervensi Indonesia melalui rezim utang (pinjaman-red) termasuk dalam menelorkan berbagai regulasi yang mengakomodir kepentingan negara kreditor.
Bahkan Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dibidani lembaga- lembaga keuangan dunia, negara kreditor seperti; Bank Dunia, IMF, dll menjadikan Indonesia "boneka" pihak negara lain yang harus tunduk dan manut demi mendapat kucuran pinjaman (kredit-red) tak masuk akal.
Pemangku kekuasaan yang takut dilengserkan dari tampuk kekuasaan (presiden-red) bahkan bertekuk lutut atas intervensi dan tekanan pihak asing, dan membarter kedaulatan negeri ini demi pinjaman, penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri yang kerap mendapat perlakuan tak manusiawi seperti; pemerkosaan, serta tindakan biadab lainnya.
Peristiwa dan tragedi memilukan itu telah mendapat reaksi keras dari berbagai pihak, seperri; akademisi, intelektual, cendekia, kelompok profesi, bahkan Tokoh Lintas agama karena republik ini seperti negara "Outopilot" tak mampu menegakkan kedaulatan negara merdeka berdaulat di mata dunia internasional.
Kekayaan (Aset) negara yang menguasai hajat hidup orang banyak yang seharusnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar kemakmuran, kesajateraan rakyat berkeadilan sesuai pasal 33 UUD RI 1945 telah dikuasi pihak asing menjadikan republik ini tidak berdaulat mengelola sumber daya alam (SDA) anugerah Tuhan Yang Maha Esa sebesar-besarnya kemakmuran, kesejahteraan rakyat.
Bahkan "Tanah sorga" bukan lautan hanya kolam susu, tongkat kayu batu jadi tanaman seperti testimoni Koes Ploes berubah jadi sumber petaka politik perebutan menguasai sumber daya alam (SDA) dari berbagai kekuatan, baik domestik maupun internasional dari waktu ke waktu.
Padahal, Indonesia sebagai negara merdeka mempunyai hak multak absolut menentukan Kedaulatan Pangan, Kedaulatan Energi, Kedaulatan Tambang, Kedaulatan Kehutanan, Kedaulatan Ekonomi, Kedaulatan Politik, Kedaulatan Kebudayaan, dll sebagai negara merdeka yang bebas dari tekanan, intervensi pihak mana pun.
Mengembalikan Kedaulatan ke pangkuan Ibu Pertiwi Indonesia itulah sedang diperjuangkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan "berdarah-darah" saat ini yang tak dimengerti, dipahami sebahagian anak-anak bangsa dan/atau sengaja diplintir dan disesatkan para badut, cucunguk, dajjal, bajingan politisi sontoloyo pengkhianat bangsa berkonspirasi dengan sindikat politik internasional yang tak pernah rela dan setuju Indonesia negara maju, negara hebat, negara raksasa dan adidaya di dunia.
Mengembalikan Kedaulatan telah "tergadai, terjual" kepada pihak asing ke pangkuan Ibu Pertiwi Indonesia sungguh amat sangat berat dan sulit sama halnya seperti merebut kemerdekaan dari tangan penjajah kolonial sehingga dituntut kesadaran dari seluruh anak-anak bangsa sebagaimana Nasionalisme jilid satu perjuangan pergerakan kemerdekaan di masa lalu.
Indonesia Maju, Indonesia Hebat, Indonesia Adidaya, Indonesia Ekonomi Raksasa Dunia hanya terwujud nyata bila Berdaulat menentukan arah kebijakan tanpa tekanan, intervensi pihak mana pun.
Bravo Presiden Jokowi....!!!
Bravo Indonesia....!!!
Salam Revolusi Mental...!!!
Horas....!!! Salam Bhinneka Tunggal Ika...!!!. [rum]