Oleh: Drs. Thomson Hutasoit
Baca Juga:
Kualitas Paket MURNI Untuk Rakyat Ngada
Dalam kehidupan manusia kerap terjadi hal aneh-aneh, lucu
dan membingungkan sehingga ada komponis mengatakan "dunia ini panggung
sandiwara" menunjukkan apapun bisa terjadi tergantung pada situasi
kondisi, untung-rugi, serta alasan-alasan baik masuk akal maupun di luar nalar,
dan lain sebagainya.
Kerja sama dan sama-sama kerja, kongsi, persaudaraan,
persahabatan, satu partai politik, koalisi, oposisi, persekutuan, perkumpulan,
dll bisa terjadi gesekan, benturan, konflik, permusuhan, bahkan perang akibat
benturan kepentingan hingga lupa dukungan pernah diberikan sebelumnya inilah
sering disebut "Pecang Kongsi atau Pekong".
Baca Juga:
Politik Uang Merusak Nilai Estetika Masyarakat Lokal
Kearifan budaya (culture wisdom), kearifan lokal (lokal
wisdom) Batak Toba mengatakan, "Unang Disuru Manjangkit Ditaba Sian
Toru" (Jangan disuruh memanjat ditebang dari bawah) maknanya ialah jangan
diusulkan, diusung, dicalonkan, didukung mengambil atau meraih suatu
posisi/kedudukan kemudian digembosi atau dijatuhkan karena benturan kepentingan
tertentu.
Implementasi kearifan budaya, kearifan lokal "Unang
disuru manjangkit ditaba sian toru" dalam peta perpolitikan Indonesia
ialah pada Pilpres, Pileg Serentak 2019 partai-partai politik membentuk dua
kubu pengusung/pendukung pasangan calon presiden/wakil presiden.
Pengusung/pendukung Capres/Wapres Ir. H. Joko widodo
(Jokowi)-KH. Ma"ruf Amin terdiri dari PDI-Perjuangan, Partai Golkar, Partai
Nasdem, PPP, PKB, Partai Hanura, PKPI, dll.
Sedangkan pasangan Capres/Wapres Prabowo Subianto-Sandiaga
Solahuddin Uno terdiri dari Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Demokrat, dll.
Pasca Pilpres dan Pelantikan Presiden Jokowi 20 Oktober 2019
maka muncullah istilah Partai Koalisi dan Partai Oposisi yang sejatinya tidak
dikenal pada sistem pemerintahan presidensial.
Sekaitan dengan kearifan budaya, kearifan lokal Batak Toba
"Unang disuru manjangkit ditaba sian toru" partai pengusung/pendukung
Presiden Jokowi-Wakil Presiden Ma"ruf Amin "tidak boleh menggembosi"
sekali lagi "tidak boleh menggembosi" ataupun menjatuhkan Presiden
Jokowi dengan alasan apapun juga.
Tapi anehnya, koalisi partai pengusung/pendukung Presiden
Jokowi sering mendukung "setengah hati" bahkan berlakon oposisi
partai mengkritik habis-habisan kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi secara
terbuka di ruang publik atas alasan tak jelas ataupun gesekan, benturan
kepentingan tertentu.
Apakah aib dan dosa koalisi partai pengusung/pendukung
mengkritik kebijakan pemerintahan Presiden Jokowi....???
Jawabannya, tentu TIDAK ....!!! Tetapi kritikan dilakukan
secara internal atau langsung. Bukan di ruang publik secara terbuka seluas-
luasnya.
Sebab bila kritikan dipublis seluas-luasnya di ruang publik
akan timbul berbagai tafsiran dan analisis "SEDANG PECAH
KONGSI/PEKONG" di tubuh koalisi partai politik pengusung/pendukung dengan
Presiden Jokowi.
Etika (fatsoen) politik sebagaimana kearifan budaya,
kearifan lokal Batak Toba, "Unang disuru manjangkit ditaba sian toru"
sering terpinggirkan dan dikesampingkan desakan kepentingan politik parsial
sehingga yang diusung/didukung ketika merebut suatu posisi atau kedudukan
"Ditebang atau Dijatuhkan" bila ada gesekan, benturan kepentingan
tertentu. Misalnya, merebut simpati publik, pencalonan suksesor, dll.
Unang disuru manjangkit ditaba sian toru adalah kearifan
budaya, kearifan lokal Batak Toba dalam arti seluas-luasnya tentang etika
(fatsoen) perlu dibumikan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara agar tidak terjadi dukungan setengah hati terhadap yang
diusung/didukung semata-mata akibat gesekan, benturan kepentingan insidental,
temporer ataupun perbedaan pendapatan, sekali lagi perbedaan pendapatan. Bukan
perbedaan pendapat.
Kearifan budaya, kearifan lokal tumbuh subur di bumi
Nusantara hendaknya dijadikan landasan dasar atau pedoman etika politik ciri
khas dan jati diri bangsa di mata dunia.
Sungguh amat sangat benar wejangan cerdas, brilian, jenial
Bung Karno;
"Kalau jadi Hindu janganlah jadi India,
Kalau jadi Islam janganlah jadi Arab,
Kalau jadi Kristen janganlah jadi Jahudi.
Tetaplah jadi orang Nusantara dengan adat budaya Nusantara
yang kaya raya ini.
Musuh terberat itu rakyat sendiri; Rakyat yang mabuk akan
budaya luar, yang kecanduan agama yang rela membunuh bangsa sendiri demi
menegakkan budaya asing".
Mengobok-obok, menjatuhkan pemimpin yang diusung/didukung
atas alasan apapun harus disadari komprehensif paripurna "BUKAN ADAT BUDAYA NUSANTARA". DIRGAHAYU
HUT KEMERDEKAAN RI KE 76. BRAVO INDONESIA. HORAS.....!!! MERDEKA....!!! (tum)
Penulis adalah pemerhati pembangunan dan sosial
budaya