Dalam PPHN, Bamsoet mengakui dinamika yang ada di MPR sangat dinamis. Apalagi keinginan amandemen terbatas untuk memasukan PPHN dalam UUD NRI 1945 itu sudah bergaung sejak 2 periode atau 10 tahun yang lalu.
"Saya senang menghadirkan PPHN sebagai sebuah diskursus ketatanegaraan dan menunjukkan eksistensi MPR, bisa dikatakan telah berhasil. Namun menjadikan wacana tersebut sebagai sebuah usul perubahan, tentu sangat tergantung pada keputusan partai politik yang ada di MPR dan kelompok DPD," ujar Bamsoet.
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
Sesungguhnya, kata Bamsoet, perubahan UUD NRI 1945 telah diatur prosedurnya. UUD NRI 1945 memang tidak imun dengan perubahan karena memang pembentuknya mendesain perubahan UUD 1945 sedemikian rupa agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Namun, tambah Bamsoet, diskursus amandemen terbatas untuk menghadirkan kembali PPHN yang kemudian banyak "dipelintir" dan "digoreng" sebagai upaya perubahan periodesasi presiden menjadi 3 kali atau upaya perpanjangan masa jabatan presiden serta isu-isu lain serta kecurigaan yang terlalu prematur, menunjukan bahwa bangsa Indonesia memiliki beragam pikiran dan pendapat.
Ada pula yang berpendapat, kenapa harus terbatas? Kenapa tidak sekalian di kaji secara menyeluruh untuk menjawab tantangan dan dinamika jaman? Atau kenapa kita tidak kembali saja ke UUD 1945 yang asli dibuat oleh para pendiri bangsa, jika ada penyesuaian atau perubahan dimasukan dalam adendum seperti di negara Amerika Serikat?
Baca Juga:
Ketua MPR RI, Bamsoet Dorong Optimalisasi Restorative Justice
Sebab, UUD 1945 hasil empat kali amandemen saat ini katanya tidak sesuai dengan semangat para pendiri bangsa. Dan banyak lagi pendapat yang saling berkelidan dan simpang siur di publik.
"Sebagai rumah kebangsaan, MPR sangat terbuka bagi siapa saja untuk menyampaikan saran maupun kritik. Karena saya yakin dan percaya, semua yang disampaikan ujungnya adalah untuk kepentingan bangsa agar Indonesia maju dan tumbuh," ujar Bamsoet.
PPHN diperlukan sebagai pedoman dan upaya untuk melahirkan negarawan yang otentik, agar bangsa ini tidak terus menerus berganti haluan manakala terjadi pergantian pemimpin nasional. Karena itu, menghadirkan kembali PPHN sebagai visi negara, jangan dipahami dengan pendekatan politik praktis. (tum)