Ia pun memberi catatan bagaimana menggerakkan masyarakat agar mau membudidayakan tanaman energi seperti kaliandra, gamal, lamtoro, sengon, dan lainnya. Selain memikirkan pola tanam tumpang sari antara tanaman energi dan tanaman lainnya, keekonomian dari pasokan disebut juga penting. Berikutnya menciptakan ekosistem tanaman energi yang melibatkan masyarakat lewat kelompok tani, pihak pengolah yang bisa dari anak usaha PLN atau swasta, hingga akhirnya diterima oleh PLTU
"Ini yang menjadi concern PLN agar suplai biomassa berlanjut dari waktu ke waktu,” ujarnya lagi.
Baca Juga:
Khusus Jaga Keamanan Kota Nusantara, TNI Kerahkan 100 Prajurit
Pihaknya menyebut telah melakukan analisa kelayakan dan keekonomian terhadap potensi kayu yang dinilai kompetitif bila ditanam dan dijual oleh petani. Meski demikian, menurutnya tak kalah kebijakan pemerintah atau mekanisme dukungan yang dibutuhkan untuk menjalankan co-firing dengan biomassa.
Sebagai contoh ia menyebut bagaimana di Jepang dan Korea Selatan, meski tak memiliki sumber biomassa memadai, namun bisa menjalankan program dengan melakukan impor serta didukung oleh kebijakan negara itu.
“Amerika Utara, Brazil dan Australia tidak melakukannya karena dukungan pemerintah tidak memadai. Jadi catatannya bisa berjalan jika ada dukungan kebijakan dan insentif,” tandasnya. [rum]