WahanaNews-Sumut | Nelayan kecil di Belawan menjerit karena BBM jenis solar yang mereka butuhkan untuk melaut harganya "selangit" seiring kebijakan pemerintah menaikan harga BBM.
Ironisnya lagi, para nelayan kecil ini tak pernah merasakan mendapat BBM solar bersubsidi yang saat ini harganya ditetapkan pemerintah sebesar Rp 6.800. BBM solar yang diperoleh nelayan untuk melaut, didapat dari pedagang pengecer dengan harga Rp 9.500 per liter. Bahkan saat harga solar masih Rp 5.150, nelayan mendapatkan dengan harga Rp 7.500. Dan setiap pergi melaut, nelayan membutuhkan solar rata-rata antara 10 - 30 liter.
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Ini terungkap dari pertemuan Ombudsman RI Perwakilan Sumut dengan para nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kota Medan yang diinisiasi oleh Fitra dan Perkumpulan Inspiratif di RM Permata Nusantara di Belawan, Jumat (16/9/2022).
Hadir pada pertemuan ini Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar bersama Kepala Keasistenan Pemeriksaan James Marihot Panggabean, Direktur Fitra Irfan Hamdani Hasibuan, Mbak Wulan dari Perkumpulan Inisiatif, Ketua KNTI Kota Medan Isa Basir dan sejumlah perwakilan nelayan.
Di pertemuan ini, perwakilan nelayan diantaranya Ahmad Aji, Syafarudin dan Herman menyampaikan, nelayan kecil tidak menikmati BBM jenis solar bersubsidi karena untuk bisa mendapatkan BBM bersubsidi sangat rumit dan sulit.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Dijelaskan, untuk bisa mendapat BBM bersubsidi, nelayan harus menunjukan surat rekomendasi pengisian BBM bersubsidi dari Dinas Pertanian, Kelautan dan Perikanan (DPKP) Pemko Medan ke SPBN (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan). Dan rekomendasi bisa didapat jika nelayan telah memiliki 'Pass Kecil' atau surat izin kapal tangkap dengan kapasitas 1 - 10 GT dari DPKP.
"Nelayan banyak tidak paham mengurusnya, juga jauh. Harus ke DPKP di Medan atau ke Balai Perikanan di Medan Labuhan. Masa berlaku surat rekomendasinya juga singkat, jadi nelayan harus bolak balik mengurusnya jika ingin mendapat BBM bersubsidi, kan repot, sementara waktu kita di darat tidak banyak, dan sosialisasi tentang ini juga tidak ada dari pemerintah," kata Ahmad Aji.
Saat ini, lanjutnya, kondisinya semakin parah, karena SPBN yang ada di Bagan Deli Belawan sudah tutup, tidak lagi melayani pembelian BBM subsidi dari nelayan.