"Tapi anehnya, solar bersubsidi itu tetap beredar di pasaran dan dibeli nelayan dengan harga Rp 9.500 per liter dari pedagang pengecer. Kami menduga masalah BBM ini sarat permainan dan yang menderita kami nelayan," ucap Ahmad Aji lagi.
Pemerintah Harus Hadir
Baca Juga:
Yin-Yang konsep dalam filosofi Tionghoa yang biasanya digunakan untuk mendeskripsikan Sifat Kekuatan
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar menyatakan pihaknya akan menindaklanjuti permasalahan yang disampaikan nelayan terkait kesulitan untuk mendapatkan BBM bersubsidi.
Abyadi mengatakan Ombudsman akan mengkaji permasalahan ini dan akan menyurati Pemko Medan agar segera membuka kantor unit pelayanan DPKP di Belawan serta melakukan sosialisasi terkait syarat-syarat pengurusan izin kapal, surat rekomendasi pengisian BBM dan lainnya.
"DPKP itu harus buka kantor unit layanannya di Belawan, karena nelayan di Medan kebanyakan tinggal di Belawan. Jadi nelayan tak jauh mengurus surat-surat perizinan dan dokumen lainnya. Pemerintah harus hadir melayani masyarakat," ujar Abyadi.
Baca Juga:
Menteri BUMN Apresiasi Gerak Cepat PLN Hadirkan Energi Bersih di IKN
Di kantor unit layanan itu nantinya, lanjut Abyadi, harus memberikan layanan sesuai standar pelayanan publik, seperti harus jelas dituliskan jenis layanan apa saja yang diberikan, berapa biayanya, dan berapa lama waktu pengurusannya. Dan ini semua harus disosialisasikan ke masyarakat nelayan.
Kemudian terkait BBM bersubsidi yang tak pernah didapatkan nelayan kecil di Belawan serta masalah telah tutupnya SPBN di Bagan Deli Belawan, Ombudsman akan mempelajari hal ini dengan melakukan koordinasi ke Pemko Medan, Pertamina dan SKK Migas.
"Masalah ini perlu dilakukan penelusuran lebih dalam. Kenapa nelayan tak bisa mendapatkan BBM bersubsidi secara langsung dari SPBU dan SPBN, sementara BBM bersubsidi beredar dipasaran tapi harus dibeli nelayan dari pedagang pengecer dengan harga yang tinggi," ujar Abyadi.