“Sei Mangkei ini bukan sekadar kawasan industri, tapi bisa menjadi role model bagaimana pengembangan ekonomi regional mampu menumbuhkan kota-kota baru,” ujarnya sambil menegaskan bahwa kunci utamanya tetap ada pada manusianya.
Menurut Tohom, pemerintah harus lebih agresif mengintegrasikan KEK dengan program nasional seperti revitalisasi SMK, Kartu Prakerja, pelatihan BUMN, hingga penguatan peran Balai Latihan Kerja (BLK).
Baca Juga:
Berdebu dan Macet, Pengedara Keluhkan Proyek Drainase KEK Sei Mangkei
“Peluangnya besar, tantangannya juga besar,” tegasnya, sambil mengingatkan bahwa ekosistem pendukung untuk SDM tak kalah penting dari bangunan fisik kawasan.
Sebelumnya, Muhammad Fadillah dari PT Kawasan Industri Nusantara (KINRA) yang mengelola KEK Sei Mangkei menyebut bahwa saat ini sudah ada 18 perusahaan yang berkomitmen di kawasan tersebut, dengan 7 di antaranya telah beroperasi penuh.
Fasilitas dasar seperti listrik, air, jalan, manajemen limbah, hingga dry port telah tersedia, meski pengelola masih mendorong penyediaan fasilitas pelengkap seperti pasokan uap dan hidrogen.
Baca Juga:
Kawasan KEK Sei Mangkei Digadang Jadi Pusat Industri Hilirasi Sawit, MARTABAT Prabowo-Gibran Imbau Masyarakat Tingkatkan Hasil Panen Sawit
Fadil mengakui bahwa tantangan utama saat ini adalah kesiapan masyarakat sekitar menghadapi dunia kerja industri, termasuk pergeseran pola kerja dari fleksibel menjadi sistemik dan terjadwal.
“Mentalitas masyarakat agrikultur ke industri itu beda,” kata Fadil yang juga mengungkapkan pendidikan masyarakat yang rendah sebagai penghambat.
Sementara itu, warga lokal seperti Eko yang kini bekerja di salah satu perusahaan dalam KEK, mengungkapkan bahwa dulunya warga sempat menolak pembangunan kawasan ini karena khawatir soal limbah dan dampak lingkungan.