Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menegaskan bahwa percepatan pembangunan Kawasan Ekonomi Dunia Pelabuhan Kuala Tanjung Terintegrasi tidak akan tercapai tanpa langkah pmebenahan infrastruktur pelabuhan di Sumatera Utara.
MARTABAT menyebut bahwa pengerukan laut di Pelabuhan Belawan dan Tanjung Balai harus disegerakan sebagai prioritas nasional untuk memperkuat konektivitas logistik dan mendukung geliat industri kawasan.
Baca Juga:
Cegah Kemacetan, Polda Metro Jaya Percepat Bongkat-Muat di Pelabuhan Tanjung Priok
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, mengungkapkan bahwa ketertinggalan infrastruktur pelabuhan saat ini telah menjadi hambatan serius bagi daya saing ekonomi Sumatera Utara.
“Kalau kita ingin Kuala Tanjung menjadi simpul penting ekonomi dunia, maka jangan tunda lagi pengerukan laut di Belawan dan Tanjung Balai. Kapal-kapal besar tidak bisa masuk karena alurnya dangkal. Ini masalah krusial yang tidak bisa terus diabaikan,” ujarnya, Kamis (10/7/2025).
Menurut Tohom, pendangkalan alur laut dan infrastruktur bongkar muat yang ketinggalan zaman membuat biaya logistik dari dan ke Sumatera Utara menjadi mahal.
Baca Juga:
Presiden Sebaiknya Instruksikan Menteri Erick Ganti Total Direksi dan Komisaris Pelindo
Hal ini secara langsung merugikan pelaku usaha dan menurunkan daya saing produk daerah.
“Jangan sampai kawasan industri berkembang pesat, tapi pelabuhannya tersendat. Ini seperti punya jantung sehat tapi pembuluh darahnya tersumbat,” katanya.
Seperti diketahui, desakan pembenahan sarana dan prasarana pelabuhan juga mencuat dalam Forum Diskusi Insan Maritim Sumut yang digelar ALFI/ILFA Sumut pada Februari lalu.
Forum itu menggarisbawahi pentingnya pengerukan alur kapal di Pelabuhan Belawan, modernisasi peralatan bongkar muat, serta perbaikan jalan menuju pelabuhan yang kerap menyebabkan kemacetan dan membebani biaya logistik.
Tohom memandang bahwa keluhan dunia usaha dan temuan forum tersebut harus segera direspons pemerintah pusat dan daerah.
Ia juga mengkritik lambannya tindak lanjut dari BUP Pelindo Regional 1, meski mandat pengerukan sudah diserahkan pada mereka.
“Kita tidak bisa terus terjebak dalam birokrasi teknis. Negara-negara tetangga kita agresif dalam membangun pelabuhan internasional. Indonesia jangan tertinggal hanya karena urusan sedimentasi dan administrasi,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengingatkan bahwa pelabuhan adalah simpul vital dari rantai pasok industri dan jaringan perdagangan global.
“Isu pelabuhan harus ditempatkan dalam kerangka besar pembangunan aglomerasi ekonomi. Kuala Tanjung dan Sei Mangkei tidak boleh dibangun secara terpisah. Mereka harus terintegrasi penuh secara fisik, logistik, dan sistemik,” tegasnya.
Tohom menuturkan bahwa pendekatan kawasan harus menjadi dasar kebijakan pemerintah, bukan sekadar pembangunan spot infrastruktur yang terpisah-pisah.
“Kalau hanya bangun pelabuhan tanpa dukungan jalan, tanpa sistem logistik, tanpa sinkronisasi dengan kawasan industri, itu seperti membangun panggung tanpa aktor,” katanya.
Tohom juga menyuarakan harapannya agar percepatan pengerukan laut dan pembenahan pelabuhan masuk dalam agenda prioritas nasional.
“Relawan MARTABAT akan terus mengawal isu ini secara konsisten. Karena bagi kami, Pelabuhan Kuala Tanjung bukan sekadar proyek ekonomi, tapi simbol keberanian Indonesia tampil sebagai pemain utama dalam jalur logistik maritim dunia,” tutup Tohom.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]