WahanaNews-Sumut | Dewan Pimpinan Cabang Posko Perjuangan Rakyat (DPC Pospera) Kabupaten Simalungun akhirnya angkat bicara terkait isu SARA yang digelindingkan terhadap jabatan struktur organisasi pimpinan dinas daerah di Kabupaten Simalungun.
Pasalnya Pospera menilai hal tersebut sangat mengganggu tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. Isu SARA dan tindakan Rasis dengan pernyataan-pernyataan provokatif akan sangat merusak hubungan toleransi masyarakat di Kabupaten Simalungun.
Baca Juga:
Bobby Bongkar Anggaran Ajaib Dinas Sumut: Tusuk Gigi Sultan dan Kue Tart Rp 48 Juta
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DPC Pospera Simalungun, Sihar Napitupulu SM, didampingi Wakil Simon Damanik SS, Hotdesnal Sumbayak, Holman Garingging dan sejumlah kader Pospera lainnya, Ketua DPC Pospera Simalungun dengan tegas menyampaikan sikap mereka terhadap hal-hal yang dinilai tak terpuji itu.
“Sin Raya Sini Purba, Sin Dolog Sini Panei Nai jape Lang Mahua, Asalma Marholong ni Atei” demikian disampaikan Simon Damanik yang menerangkan falsafah tersebut adalah bukti betapa terbukanya masyarakat Simalungun terhadap siapapun, sepanjang memiliki kasih dan ahap Simalungun.
Menyikapi perkembangan isu politik dan birokrasi yang saat ini sedang hangat di Kabupaten Simalungun tentang penolakan Sekda Kabupaten Simalungun yang saat ini di jabat Non etnis Simalungun, di hadapan sejumlah awak media, Kamis (18/11) sore.
Baca Juga:
Bupati Simalungun Hadiri Rakortek Perumahan Perdesaan Kementerian PKP RI
DPC Pospera Kabupaten Simalungun, dengan tegas menolak dan melawan tindakan dan penyebaran isu SARA yang dapat menciptakan perpecahan serta menghancurkan ketentraman keberagaman dan toleransi yang selama ini telah terjaga dengan baik di tengah- tengah masyarakat Simalungun.
Pospera menilai hal itu nantinya akan berujung pada terhambatnya program-program pembangunan yang sudah dicanangkan oleh Pemkab Simalungun.
Holman Garingging pun menambahkan, Pospera selaku lembaga yang konsen pada terjaminnya kesejahteraan masyarakat Simalungun khususnya, menentang hal ini dan sangat menyayangkan bila mana ada kelompok-kelompok tertentu yang mengatasnamakan masyarakat Simalungun, untuk mengusung isu SARA ini.
Hal itu dinilai telah menciptakan kegaduhan di tengah- tengah masyarakat. Sehingga DPC Pospera Simalungun layak menduga hal ini sengaja dilakukan demi kepentingan oknum-oknum tertentu yang didasari atas tidak terpenuhinya kepentingan kelompok tersebut oleh Pemkab Simalungun.
“Warga Simalungun sudah dari dahulu dikenal sebagai masyarakat yang toleran serta memiliki etos ‘ Sapangambei Manoktok Hitei," ungkapnya.
Pospera adalah lembaga non partisan yang sangat mendukung kebebasan berpendapat dan menyuarakan aspirasi, sebagai bentuk control terhadap Pemerintah demi terjaminnya kesejahteraan masyarakat Simalungun.
“Bagi kita kebebasan berpendapat tidak dengan menghalalkan segala cara apalagi sampai mengorbankan tatanan kehidupan masyarakat yang selama ini telah terbina dengan baik. Tindakan menyuarakan intoleran bagi Pospera adalah sebuah tindakan yang konyol dan merugikan. Dimana undang-undang menjamin kebebasan bagi setiap warga Negara nya untuk berkarya dalam membangun negeri termasuk bagi Pegawai Negeri Sipil, yang bahkan harus siap ditempatkan di mana pun demi kepentingan Negara selama orang tersebut tidak melakukan pelanggaran hukum dan memenuhi persyaratan administrasi yang berlaku,” tegasnya.
Untuk itu Pospera Simalungun meminta kepada seluruh pihak agar arif dan bijaksana menyikapi isu-isu SARA yang saat ini sedang dihembuskan pihak-pihak tertentu yang dapat menghancurkan ketentraman Simalungun, "bersama ini kita meminta kepada Kapolres Simalungun agar bertindak tegas dalam menyikapi hal ini sebelum perpecahan dan kerusuhan sosial terjadi di daerah ini yang nantinya kita khwatirkan akan dapat memakan korban. Kita harapkan Simalungun tidak sampai menjadi daerah konflik akibat Isu SARA," ungkapnya.
Perlu diketahui pendahulu-pendahulu Simalungun telah merumuskan dan menanamkan toleransi yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dalam seminar kebudayaan tahun 1964 dimana dalam seminar disimpulkan siapa saja sebenarnya yang dapat disebut sebagai orang simalungun.
Dalam kesimpulan para tokoh pendahulu Simalungun, Halak Simalungun aima na marahap Simalungun (orang simalungun iala siapa saja yang punya ahap Simalungun). Ahap adalah sebentuk penghayatan sifat sifat kultur Simalungun yang prinsipnya ialah Habinaron Do Bona, Sapangambei Manoktok Hitei, artinya orang Simalungun memiliki prinsip hidup bersikap benar dan adil sambil bersama-sama (bergotong royong) membangun jembatan menuju kesejahteraan bersama, artinya setiap orang akan menjadi orang Simalungun jika ia hidup dengan prinsip-prinsip Simalungun.
Hal ini juga diperkuat pada rapat kerja PMS Agustus 2007 dimana dalam rapat ini dinyatakan bahwa orang Simalungun tidak lagi terbatas pada Etnis Simalungun, namun telah sampai pada titik siapa saja yang tinggal dan memiliki ahap Simalungun adalah orang Simalungun.
"Untuk itu mari kita hentikan Isu SARA dan pengkotak-kotakan yang berakibat pada kerugian kita sendiri, biarkan para Pemimpin Pemerintahan Kabupaten Simalungun bekerja dengan tenang dan focus dalam membangun daerah yang kita cintai ini. Perubahan tidak dapat diciptakan dalam satu malam. Namun Pemkab Simalungun membutuhkan dukungan semua pihak, setelah itu bersama-sama kita control dan pastikan kinerja Pemkab sesuai harapan bersama," ungkap Holman Garingging. [rum]