WahanaNews.co
I Dilansir dari VOA Indonesia, seorang mahasiswi S2 berprestasi dari
Kota Binjai, Prov. Sumatera Utara, Hairani Armaya Doremi, ditunjuk sebagai
pembicara utama dalam upacara wisuda kelulusan di universitas Northeastern di Boston, Massachusets.
Baca Juga:
Inspiratif, Polisi Berpangkat Brigadir Ini Dulunya Kuli Bangunan
Hairani
Armaya Doremi yang akrab disapa Doremi adalah anak bungsu dari tiga bersaudara.
Sejak
masih berumur 15 tahun, Doremi sudah bekerja demi membantu orang tua.
Baca Juga:
Natal LP Kelas II B Siborongborng Penuh Suka Cita, "Yesus Beri Inspirasi Manusia, Menjadi Pribadi yang Berhikmat"
"Doremi
dari SMA udah kerja untuk menanggung orang tua," cerita Armaya Doremi kepada
VOA.
"Waktu itu
bekerja sebagai SPG(sales promotion girl)kerja di mal untuk
kasih-kasih brosur ke customers di mal. Terus juga sering ikut lomba nyanyi and
hadiah menangnya digunakan untuk bantu orang tua juga," kenangnya.
Sewaktu
Doremi kecil, ayahnya sempat membangun usaha bengkel mobil. Namun, bisnisnya
kian menurun dan seiring bertambahnya usia, akhirnya dia menutup bengkel
tersebut.
Untuk
memenuhi kebutuhan hidup, Doremi lalu membantu ayahnya membuka usaha kecil
sebagai distributor gas elpiji.
"Doremi
itu sosok anak yang baik, gigih, bekerja keras," ujar Umi Kalsum, ibu Doremi,
kepada VOA.
"Dia
menyayangi keluarga, menyayangi orang tua," tambahnya.
Namun,
pekerjaan tidak membuat doremi lupa akan segalanya, khususnya dunia pendidikan.
Perempuan kelahiran tahun 1989 ini berhasil mendapat gelar D3 jurusan
pariwisata dari Universitas Sumatra Utara di Medan.
Siapa
yang menyangka bahwa bakatnya di dunia tarik suara lalu mendatangkan
peruntungan dan membawanya ke ajang Indonesian Idol pada tahun 2010. Pada waktu
itu Doremi sudah bekerja sebagai penyanyi dan DJ.
Setahun
kemudian, ia memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan menempuh pendidikan S1
jurusan komunikasi di Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama di Jakarta.
Sewaktu
kuliah di Jakarta, Doremi sempat bekerja selama 5 tahun dengan gubernur NTT,
Viktor Bungtilu Laiskodat, yang pada waktu itu belum menjabat sebagai gubernur.
"(Saya
rasa) dia sukawork attitudeDoremi. Suka dengan cara kerja
pada saat sama dia kerja lima tahun. (Lalu) dia kasih kesempatan, "Armaya, kamu
S2 aja,"" kenang Doremi.
Pada
waktu itu ia mendapat tawaran untuk meneruskan studi di Melbourne, Australia.
Kesempatan yang ada di depan mata langsung diambilnya. Namun, Doremi menyadari
kelemahannya. Ia sama sekali tidak menguasai bahasa Inggris
Tanpa
pikir panjang, ia pun langsung mendaftarkan diri untuk les bahasa Inggris
secara intensif selama 10 bulan. Lagi-lagi kegigihannya dilirik oleh Viktor,
yang lalu malah menganjurkan Doremi untuk menempuh S2 di Amerika Serikat.
Walau
bimbang karena akan tinggal berjauhan dari keluarga, Doremi terus belajar
bahasa Inggris, hingga lulus tes TOEFL, setelah 7 kali gagal.
Akhirnya
Doremi menemukan kampus impiannya, universitas Northeastern yang menawarkan
jurusan yang diminatinya.
"I
like public relations, jadi Doremi penginnya ambil yangrelated,"
jelas perempuan kelahiran Medan ini.
Walau
peluang sudah terbuka, perjalanannya untuk meneruskan pendidikan di AS tidaklah
mulus. Ia sempat titipu oleh agen yang mengatakan akan mendaftarkannya ke
universitas tersebut.
"Dibohongi
samaagency,uangnya dilarikan, karena katanya mau daftarin ke
Northeastern, ternyata mereka enggak daftar tapi uangnya diambil," kenang
Doremi.
Terlepas
dari semua itu, akhirnya Doremi terus maju sampai akhirnya berhasil diterima di
universitas Northeastern, AS.
Ketika
pertama kali menginjakkan kaki di AS tahun 2018, Doremi langsung disambut udara
dingin yang sangat bertolak belakang dengan di Indonesia.
"Subhanallah,udah
enggak bisa lagi deh. Dingin banget. Akhirnya cari jalan sendiri gimana supaya
kedorm(red. asrama)." cerita Doremi.
Selama
empat bulan, Doremi memilih untuk tinggal di asrama sebagai caranya untuk mempelajari
kebudayaan Amerika, serta proses belajar para mahasiswanya.
Sebagai
caranya lagi untuk beradaptasi dengan kehidupan kampus, Doremi lalu
mendaftarkan diri ke program pra S2 di universitas Northeastern selama dua
semester.
"Pada
saat itu belajarAmerican culture,belajar bagaimana cara
menulis digraduate school,bagaimana cara membacaarticle
or case studydigraduate school.Jadi kayakbuild
critical thinkingsebagaimana anak S2 di Amerika," jelasnya.
Beberapa
bulan pertama, Doremi mengaku sempat mengalami gegar budaya dan rindu kampung
halaman, ditambah lagi udara dingin yang membuat seluruh badannya gatal dan
sakit setiap minggu.
"Tiap
hari telepon sama orang tua kan,video call.Alhamdulillahteknologi
(memecahkan) segalanya," kata Doremi.
Tinggal
di negara yang asing baginya memaksa Doremi untuk belajar lebih mandiri dan
menghargai orang lain. Pasalnya, Doremi harus tinggal di kamar asrama kecil,
bersama beberapa teman yang berasal dari negara yang berbeda. Tanpa disangka,
hal ini meninggalkan kesan tersendiri baginya.
"Doremi
satu kamar sama orang Korea, yang kitaliterallypunyad ifferent
culture.Jadi kita punya dua tempat tidur, kita punya duadesk,
dormkita kecil banget. Jadi mau telepon harus suaranya kecilin dikit.
Mau ke kamar mandi juga harus bersihin kamar mandinya, karena supayaroommateyang
lain bisa (pakai), bisa bersih," kata Doremi.
Hal ini
mendorongnya untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan kuat.
Tidak
hanya beradaptasi di lingkungan baru yang menjadi tantangan, Doremi juga
berusaha untuk hidup hemat dan beradaptasi dengan makanan yang ada.
"Bulan
ke-2, ke-3 sampai setahun itu Doremi cuman makan nasi sama sup kentang, sama
wortel yang Doremi rebus, pakai telur mata sapi setiap hari," kata Doremi.
"Doremi
memang enggak suka makansushi.Seumur hidup enggak pernah
makansushi, enggak pernah makansteakpada saat
itu. Enggak pernah makan makanan mahal lah, karena kan memang duitnya dulu
enggak ada untuk beli makanan," tambahnya.
Di luar
kehidupan asrama, Doremi masih harus berjuang untuk berhasil di kelas.
"Enggak
pernah putus asa sih.Insyaallahenggak pernah putus asa,"
kata Doremi.
Kelemahannya
dalam bahasa Inggris menjadi penyemangatnya untuk terus fokus dan belajar
setiap hari.
"Tantangannya
itu bagaimana Doremi bisa (berkompetisi) dengan mereka dan bisa sama. Jadi
kayak enggak adagap,between Doremi yang enggak bisa bahasa
Inggris, sama siswa-siswa yang ada di kelas dari negara lain," ujarnya.
Doremi
mengaku sangat menikmati proses belajar di Amerika yang menurutnya berbeda
dengan di Indonesia.
"Carangajarnyajuga
lebih independen ya. Independennya itu kitadiajarinuntuk berekspresi
lebih dalam, kita diajari untuk lebih bisa menggunakancritical
thinkinguntuk mengungkapkan pendapat kita," jelasnya.
Menurut
Doremi, hubungan antara guru dan mahasiswa juga dekat. Universitas juga
menyediakan fasilitas yang lengkap, termasuk para tutor yang siap membantu para
mahasiswa setiap saat.
"Setiap
adaassignmentDoremi datang ke tutor Doremi. Tanya ini
gimana, terus balik lagi buatessay, draft-nya balik lagi tanya,"
kata Doremi.
Semasa
kuliah, Doremi berusaha untuk selalu duduk di depan, banyak bertanya, dan
menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Semua ini ia lakukan untuk mendapatkan
nilai yang bagus.
"Jadigoalitu
yang Doremi tancapkan, Doremi cuman pengin jadi student terbaik," tegasnya.
Sosok
Doremi yang selalu bekerja keras kembali terlihat di dunia kampus. Ia bekerja
sebagai koordinator bagian media dan yang membantu para mahasiswa internasional
dalam beradaptasi di kampus.
Sebagai
penyanyi, ia juga kerap diundang untuk tampil di berbagai acara yang
diselenggarakan oleh komunitas internasional, seperti India dan Vietnam. Tidak
hanya itu, ia juga kerap diundang untuk menjadi pembicara di seminar, di mana
ia menjadi wakil mahasiswa internasional dari Indonesia.
Dari
pengalamannya sebagai mahasiswa internasional, Doremi lalu membangun komunitas
di Instagram @studywitharmaya dan mengadakan webinar yang dihadiri sekitar 60
orang. Melalui webinar ini, Doremi menjelaskan mengenai proses menuju studi di
luar negeri dan berbagai hal yang perlu dipersiapkan.
"Semua
pertanyaan yang Doremi dulu hadapi ternyata mereka juga punya. Doremi pengin
jadi salah satu sumber untuk mereka, kasih informasi apa yang mereka mau,
karena Doremi kan udah lewatin," jelasnya.
Doremi
melihat banyak peserta webinarnya yang malu berbahasa Inggris. Maka, ia pun
mengadakan webinar khusus untuk topik percakapan dalam bahasa Inggris.
"Mereka
ada yang belum bisa ngomong Inggris, tapi pengin sekolah di Amerika. Nah,
menurut Doremi itu sangat sayang banget," jelasnya.
Prestasi
dan kerja keras Doremi selama tiga tahun di universitas Northeastern pun
akhirnya terbayarkan. Tahun ini ia lulus dan dinobatkan sebagai salah satu
kandidat mahasiswi terbaik di jurusannya yang berpeluang mendapatkan
penghargaan"Top Recognition"untuk tahun ajaran 2020-2021.
Penghargaan
ini dianugerahkan kepada mahasiswa dengan portofolio terbaik. Portofolio ini
berisi hasil tugas Doremi selama menempuh pendidikan S2. Peraih penghargaan
akan diumumkan setelah semester musim panas berakhir.
Salah
satu tugas akhir Doremi juga berhasil mendapat nilai terbaik di kelasnya. Untuk
tugas akhirnya ini, Doremi melakukan penelitian di bidang media sosial, di mana
ia berperan sebagai konsultan untuk salah satu restoran ternama di Boston, Mida
Restaurant.
"Doremi
(membantu) restorannya untuk membangun mereka punya social media. Dan Doremi
berhasil bantu restorannya untuknaikinfollowers(secara
organik). Berhasil membantu mereka untukraise brand awarenessdi
Boston, (membantu) mereka untukgain revenuerestoran," jelas
Doremi.
Keuletan
dan keberhasilan Doremi dipuji oleh sang pemilik restoran, Douglass Williams.
"(Armaya)
menempatkan bisnis saya dalam sorotan yang lebih besar melalui media sosial,
melalui strategi promosi dan pemasaran umum. Dia belajar sambil bekerja. Dan
dia cemerlang, karena hal ini tidak mudah. Ini bisa dikatakan sebagai sebuah
pekerjaan," ujar Douglass Williams.
"(Mungkin
kelihatannya) mewah dan glamor untuk bekerja di bidang media sosial dan
sepertinya menyenangkan. Tapi itu adalah hasil akhir dari kerja keras,"
tambahnya.
Doremi
berangan-angan untuk bisa membagikan kisah hidup dan perjalanannya hingga
sampai pada titik yang sekarang ini. Inilah yang mendorongnya untuk
mendaftarkan diri sebagai pembicara utama wisuda di kampusnya.
Doremi
lalu menulis naskah pidatonya dan juga merekam dirinya berpidato. Naskah dan
video tersebut, beserta rekomendari dari 5 dosen ia berikan kepada panitia yang
akhirnya memilihnya untuk menjadi pembicara utama wisuda tahun ini.
"Doremi
tanya apa nih kriterianya yang membuat Doremi tuh terpilih. Terus mereka
bilang, dengan story kamu yang sangat (inspiratif) dan juga cara kamu speech di
video itu, kita yakin bahwa kamu bisa membawa suasana yang bagus untuk di
commencement speaker," kata Doremi.
Doremi
berpidato mewakili ratusan lulusan di angkatannya pada acara wisuda yang
berlangsung di Fenway Park, stadion tim baseball Red Sox Boston. Pidato Doremi
ditonton oleh ratusan orang, baik secara tatap muka langsung mau pun virtual,
sesuai dengan protokol kesehatan di era pandemi COVID-19.
Lewat
pidatonya Doremi yang mengenakan kebaya tradisional Indonesia di balik toganya
berseru kepada para lulusan tahun ini untuk meraih kesempatan yang ada dan
"jangan takut ambil risiko," dengan mengutip pesan dari presiden pertama
Indonesia, Soekarno:
"Barang
siapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam."
"Karena
mungkin ada sesuatu yang berharga dan penting menunggumu," lanjut Doremi dalam
pidatonya.
Doremi
pun memberikan kejutan pada akhir pidatonya, dengan menyanyikan beberapa bait
lagu "Feeling Good," yang dipopulerkan oleh penyanyi legendaris, Nina Simone,
pada tahun 1964.
Pidatonya
dipuji oleh Mary Ludden, Dekan Sementara yang juga menjabat sebagai Wakil
Rektor Senior, yang mengatakan, "Sepertinya kita punya calon dekan baru!"
Lewat
virtual, Umi Kalsum pun ikut menonton puteri bungsunya berpidato sambil
mengusap air mata.
"Saya
sedih, haru, gembira, bangga. Yah, semualah bercampur. Karena dialah mengangkat
derajat orang tua, dia adalah kebanggaan," ujar Umi Kalsum, ibu Doremi.
Untuk
ke depannya, Doremi berencana untuk mengembangkan komunitas "Study with Armaya"
dan membantu orang-orang yang ingin belajar bahasa Inggris atau berencana
melanjutkan studi ke Amerika.
Selain
itu, ia juga ingin membuka agen media sosial untuk membantu usaha kecil yang
ingin mengembangkan bisnisnya.
Satu
hal yang tidak ia lupakan adalah untuk berterima kasih kepada Gubernur NTT,
Viktor Bungtilu Laikodat.
"Pengin
pulang ke NTT untuk membantu, untuk terima kasih ke pak gubernur, mau tanya apa
yang bisa Doremi bantu dari hasil S2 Doremi," kata Doremi.
Kesuksesan
Doremi berkaca kembali pada dirinya. Kejujuran dan disiplin menjadi kunci
keberhasilannya.
"Disiplin
waktu, disiplin belajarnya, jangan lupa doa juga sama Tuhan karena kerja keras
sama ditambah doa akan menghasilkan hasil yang sangat lebih bagus," pungkas
Doremi.
Tak
lupa ia mendorong teman-teman agar fokus dalam melakukan apa yang diinginkan,
untuk diri sendiri dan bukan untuk orang lain. (tum)
(artikel ini
telah tayang di VOA Indonesia)