WahanaNews.co
I Walhi Sumut, KSPPM, AMAN Tano Batak merilis Hasil
Investigasi penyebab Banjir Bandang Parapat di Kec. Girsang Sipangan Bolon,
16-19 Mei 2021 lalu.
Baca Juga:
Bupati Pakpak Bharat Terima Bantuan Taman Dancing Fountain dari PT. TPL
Dalam
Pres Releas yang diterima redaksi, Kamis, (13/05/2021) menuliskan kronologis Banjir
Bandang yang melanda Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Parapat, Kabupaten Simalungun, tepatnya di Bangun Dolok dan Sualan, berikut
point-point rekomendasi.
Baca Juga:
PT TPL Sektor Habinsaran Berikan 30.000 Bibit Kopi dan Adakan Pelatihan
Antara
lain :
Menurut
keterangan beberapa masyarakat
yang tinggal di Kelurahan Bangun Dolok, kampung yang berdekatan
dengan Hulu Sungai
Batugaga (masyarakat setempat
menamai Aek Sigala-Gala) merupakan
hulu Das Sungai
Batugaga.
Peristiwa Banjir Bandang terjadi diawali hujan pukul 14.00 Wib. Menurut keterangan seorang warga Bangun Dolok pada
sekitar pukul 15.00 Wib terdengar
suara gemuruh
longsor dari perbukitan kawasan hutan tepat berada di atas desa.
Tidak
lama kemudian, dia mendapat
informasi dari tetangganya di Bangun
Dolok yang sedang berada di Kota Parapat
bahwa telah terjadi Banjir Bandang.
Kemudian
beberapa warga yang dekat dengan
aliran sungai panik dan merasa ketakutan melihat luapan sungai membawa material
seperti batu dan kayu.
Peristiwa Banjir
bandang terjadi di beberapa
titik, titik terparah di Huta
Bangun Dolok, Kampung Buntu Malasang, Nagori Sibaganding, Huta Sualan (tepat di samping Gereja HKBP) dan
Kelurahan Parapat merupakan lokasi yang paling terkena dampak dari banjir
bandang dari empat
wilayah tersebut.
Sumber banjir
bandang berasal dari Kawsan Hutan
yang menjadi Hulu Aek
Sigala-gala/Sungai Batugaga. Masyarakat setempat
menyebutnya dengan sebutan Harangan Simarbalatung dan
Dolok Si BatuLoting.
Penurunan
Luasan Tutapan Hutan (Tahun 2017-2021)
Total luasan
kawasan hutan lindung di wilayah Kecamatan Sipangan Bolon, Parapat 7.026 Ha berdasarkan SK. 8088 Tahun
2018 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara.
Namun pada tahun
2021 luas kawasan hutan wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon kurang lebih menjadi 5826 Ha. Dalam kurun
waktu 3 tahun terjadi penurunan tutupan kawasan hutan lindung seluas kurang
lebih 1.200 Ha.
Data ini diperoleh
melalui analisis data spasial yang
dilakukan Tim Walhi-Sumut,
KSPPM dan AMAN Tano Batak.
Berdasarkan hasil
kajian dan investigasi
lapangan, penurunan luasan kawasan
hutan lindung disebabkan oleh adanya pembukaan kawasan hutan lindung di
kecamatan Sipangan Bolon oleh banyak pihak.
Dari
data spasial yang dilakukan oleh Tim Investigasi, di garis bentang alam pebukitan Girsnag Sipangan
Bolon-Sitahoan, terdapat juga konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL) yang turut memberi
andil penurunan tutupan kawasan hutan di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.
Walau
tidak bersinggungan langsung dengan titik longsor di Parapat dan Bangun Dolok,
tapi areal konsesi tersebut cukup berpengaruh terhadap ketidakseimbangan
ekosistem di Kawasan Danau Toba.
Historis Bencana Kota Parapat
Bencana
Banjir Bandang menjadi ancaman serius
terhadap keberadaan masyarakat lokal dan
Wisata Kota Parapat serta beberapa perkampungan yang berdekatan dengan
Perbukitan Kawasan Hutan Simarbalatak.
Pada
tahun 1986 Peristiwa Banjir Bandang pernah melanda Parapat bahkan terparah
menurut keterangan salah satu warga Bangun Dolok, Bapak Sinaga (50).
Kemudian
disusul pada bulan Desember Tahun 2018, Januari tahun 2019, Juli tahun 2020 dan terakhir pada Bulan Mei
tahun 2021.
Secara
historis telah terjadi Empat (4) kali peristiwa bencana banjir dan longsor
dalam kurung Waktu 20 Tahun di wilayah kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kota
Parapat.
Penyebab Banjir Bandang Kota Wisata
Parapat, Kecamatan Girsang Sipangan
Bolon, Kab Simalungun.
Berdasarkan
fakta-fakta dilapangan dan analisis
Citra satelit (Data Spasial) menemukan beberapa penyebab banjir bandang antara
lain :
Keterangan
dari Masyarakat
lokal yang bermukim dibawah perbukitan Hutan Simarbalatung, banjir bandang terjadi
karena Kerusakan Ekosistem Kawasan Hutan di wilayah Sitahoan yang merupakan
bentang alam dan aliran Hulu Sungai Batu
Gaga atau Aek Sigala-gala.
Hasil
temuan Tim investigasi bersama, terdapat pembukaan kawasan Hutan Lindung di Hulu Aliran sungai Batu Gaga di atas Kota Parapat yang
merupakan satu landscape Kawasan Hutan Lindung.
Masifnya
Pembukaan Tutupan kawasan hutan yang dilakukan oleh berbagai pihak termasuk Perusahaan Hutan Tanaman
Industri (HTI) PT. Toba Pupl Lestari
(TPL) yang berpengaruh terhadap ketidakseimbangan ekosistem.
PT.Lilis
yang diduga melakukan aktivitas penebangan kayu di Kawasan Hutan Wilayah Sitahoan
yang menjadi bagian dari Daerah
Tangkapan Air (DTA). Walau sudah seringkali diadukan oleh media dan masyarakat tapi tidak ada Tindakan
tegas dari pihak yang berwenang.
Maraknya kerusakan hutan di Girsang Sipangan Bolon juga akibat lemahnya
pengawasan dan penegakan hukum oleh instansi terkait.
Dalam tiga tahun terakhir, perubahan iklim benar-benar sudah dirasakan
di Kawasan Danau Toba termasuk di Girsang Sipangan Bolon. Musim penghujan lebih
lama dibandingkan musim kemarau. Perubahan iklim ini tentunya juga disebabkan
oleh kerusakan hutan dan ekosistem di Kawsan Danau Toba.
Potensi ancaman bencana Kota Parapat
dan sekitarnya
Bencana
Banjir bandang yang terjadi pada bulan Mei 2021 telah memberikan dampak buruk
bagi masyarakat lokal antara lain: 1. Rusaknya wilayah pertanian di hilir, seperti lahan pertanian kopi dan lahan persawahan masyaraka. 2. Rusaknya wilayah pemukiman. 3. Terputusnya akses jalan masyarakat
local
dna pengguna jalan raya. 4. Rusaknya sumber air bersih masyarakat diterjang banjir bandang. 5. Memberikan
efek traumatis terhadap masyarakat local, terkhusus bagi kelompok anak,
perempuan, lansia dan disabilitas.
Berangkat dari semakin rusaknya ekosistem dan bentang alam di Kawasan
Girsang Sipangan Bolon sekitarnya akibat semakin berkurangnya tutupan hutan,
maka sangat dimungkinkan potensi ancaman bencana ekologis yang lebih besar akan
terjadi lagi di masa
mendatang.
Kondisi ini harus menjadi perhatian serius dari pemerintah Daerah, Provinsi dan
Nasional agar segera melakukan tindakan komprehensif dan menerbitkan kebijakan dalam rangka
mitigasi bencana di
kawasan hutan Kecamatan Sipangan Bolon,
Parapat.
Rekomendasi
dan Tuntutan Tim Investigasi:
Menyikapi banjir bandang parapat, Kecamatan Sipangan
Bolon, Kabupaten Simalungun, KSPPM, AMAN Tano
Batak dan Walhi Sumuatera Utara, mendesak: 1. Pemerintah Pusat, Provinsi dan
Daerah menjalankan amanat konstitusi/UUD
1945, khususnya pasal
28 H UUD 1945 butir (1) , "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Pemerintah pusat, provinsi dan daerah serius menjalankan mandate
Undang-Undang Nomor. 16 Tahun 2016
tentang
Pengesahan Persetujuan
Paris atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Perubahan Iklim, yang mewajibakan Bangsa. Di mana, Indonesia memiliki
target NDC (National
Determine Contribution) mengurangi emisi sebesar 29% dengan upaya sendiri dan sampai
dengan 41% jika ada dukungan internasional dari kondisi tanpa ada aksi
(business as usual) pada tahun 2030. Perbaikan sektor kehutanan menjadi
salah satu cara untuk pencapaian target NDC tersebut.
3. Komitmen pemerintah tersebut dilakukan dengan aksi nyata, melalui:
Negara
melalui KLHK mencabut
Izin Konsesi Perusahaan HTI di kawasan Hutan wilayah kawasan Danau
Toba, terkhusus Izin Konsesi HTI PT. Toba Pulp Lestari yang secara masif telah
mengakibatkan kerusakan di hulu Kawasan Danau Toba, serta izin
perusahaan-perusahaan yang merusak lingkungan di hulu dan di hilir Kawasan
Danau Toba.
Pemerintah Pusat dan Daerah merumuskan kebijakan pembangunan di Kawasan
Danau Toba yang berpihak pada keberlangsungan ekosistem
Pemerintah menetapkan Wilayah Rawan Bencana di Kawasan Danau Toba sebagai aksi mitigasi bencana. Dan segera
melakukan upaya komprehensif dalam pemulihan hutan di sekitarnya.
Aparat Kepolisian dan instansi terkait (kehutanan) menindak tegas
perusahaan-perusahaan yang melakukan perusakan hutan di Kawasan Danau Toba.
Pemerintah Pusat, provinsi dan daerah melibatkan
semua pihak termasuk masyarakat adat/local dalam pemulihan lingkungan di
Kawasan Danau Toba. (tum)