WahanaNews.co I Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo alias
Bamsoet mengatakan, manfaat dari kehadiran PT Toba Pulp Lestari (TPL) di
Sumatera Utara untuk negara dan masyarakat sekitar sedikit sekali.
Baca Juga:
Terima Ketum dan Pengurus PWI Pusat, Ketua MPR Dorong Peningkatan Kompetensi dan Profesionalitas Wartawan
Bamsoet berjanji, informasi dan keluhan yang disampaikan
Aliansi Gerakan Rakyat (GERAK) Tutup TPL akan disampaikan kepada para
pihak-pihak yang terkait.
"Manfaaf TPL buat masyarakat dan negara, sedikit sekali.
Visi pemerintah kan untuk meningkatkan pariwisata desitinasi. Danau Toba masuk
destinasi utama (destinasi superprioritas). Semoga desakan publik terus
menguat," kata Bamsoet, di Jakarta, kepada tujuh orang perwakilan masyarakat
kawasan Danau Toba yang tergabung dalam Aliansi GERAK Tutup TPL, Senin
(31/05/2021) di kantornya.
Baca Juga:
Ketua MPR RI, Bamsoet Dorong Optimalisasi Restorative Justice
Luhut Binsar Pandjaitan Bantah Ada Keterkaitan Dengan
PT TPL
Kepada ketujuh perwakilan, Bamsoet mengaku telah menjadi
komunikasi dengan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar
Pandjaitan.
"Saya sudah tanya Pak Menko. Bang, apakah TPL ini punya
abang? Apakah ada bagian Abang di sana? Beliau mengatakan tidak," kata Bamsoet
saat berdialog di kantornya di Jln. Proklamasi, Jakarta Pusat.
Dalam dialog bersama Ketua MPR RI, pegiat masyarakat adat
dan lingkungan hidup, Abdon Nababan menyampaikan desakan agar PT TPL tutup,
kemudian tanah yang jadi lokasi usaha hutan dikembalikan kepada rakyat.
"Kami ingin bukan sekadar menutup TPL, seperti 1999, tetapi
datang membawa kerangka baru pembangunan Tano Batak. Kami punya kerangka baru
pembangunan Danau Toba," ujar Abdon, Wakil Ketua Dewan Nasional Aliansi Masyarakat
Adat Nusantara (AMAN).
Kerangka baru pembangunan dengan asumsi PT TPL ditutup, dan
untuk menggantikan kehadairan PT TPL adalah
pembangunan sektor pariwisata, pertanian dan energi terbarukan.
"Pariwisata Danau Toba sempat Berjaya. Dan bidang pertanian,
tanah kawasan Danau Toba terbukti terbaik untuk bertani. Tanahnya memang
sedikit tipis, tinggal menggunakan teknologi. Iklimnya bagus," ujarnya.
PT. TPL Merusak Alam Danau Toba
Alasan lain, pemerintah telah mengembangkan parisiwata Danau
Toba sebagai satu dari lima superprioritas destinasi Indonesia.
"Namun pemerintah akan sia-sia membangun pariwisata di Danau
Toba kalau TPL tetap merusak alam. Siapa mau datang ke daerah yang bau begitu.
Jadi Bandara Internasional Silangit dan Bandara Sibisa, yang sudah ada, tinggal
mengubah menjadi bandara kargo mendukung pertanian. Danau Toba, memiliki energi
terbarukan yaitu angin dan sungai-sungai, iklim terbaik, cocok memajukan
perekonomian masyatakat kawasan Danau Toba tanpa TPL," ujar Abdon.
Ibarat Meletakkan Toilet di Hulu Air
Abdon menjelaskan alasan mengapa TPL harus tutup. Sejak
awal, pabrik PT Inti Indorayon Utama
(IIU) salah. Sebab pabrik bubur kertas atau pulp, adalah industri kotor,
era 2.0. Sedangkan sekarang sudah era 4.0. Era maju dan ramah lingkungan.
"Sebagai industri masa lalu, ditempatkan di tempat yang
indah, di hulu sungai Asahan, itu masalah besar. Sejak awal sebenarnya sudah
ditolak ilmuan dan ekonom, termasuk Prof. Emil Salim," kata Abdon.
Air cemaran PT TPL membuat air bau, sawah-sawah tercemar. Biasanya,
industry pulp diletakkan di lembah, atau di hilir, bukan di hulu.
"Intinya ini, toilet raksasa yang ditaruh di sumber air
Danau Toba. Dan itu, sebenarnya sudah diprediksi memperpendek umur PLTA
Sigura-gura. Karena itulah, sejak awal ditolak Otorita Sungai Asahan/PLTA,"
kata Abdon, yang pernah menjabat Sekjen PB AMAN.
Sekarang, PLTA juga terancam, karena permukaan air terus
berkurang. Untuk masyarakat Toba, tanah
adalah tanah adat milik marga. Sehingga ketika konsesi 260 ribu hektar yang
tersebar di 12 kabupaten kota diberikan kepada TPL, sudah diperingatkan bahwa
ini berpotensi konflik.
Sekarang, terjadi konflik-konflik antara rakyat dengan TPL.
Sebab TPL merekrut buruh harian, sehingga terjadi konflik horizontal.
"Secara sosial, kami tidak bersaudara, karena kakak-adik
mendapat uang, yang lain tidak, sehingga sering terjadi perkelahian. Data sejak
2013 saja, terdapat 50 orang korban kekerasan dan kriminalisasi. Terbaru kasus
Natumingka, mestinya ini yang terakhir," ujarnya.
"Kalau program superprioritas Danau Toba yang dicanangkan
Presiden Jokowi, maka menurut saya itu gagal. Tidak akan datang ke sana
wisatawan untuk mencium bau busuk. Tidak akan ada datang ke kebun singkong,
karena begitulah situasi Danau Toba," kata Abdon. (tum)