“Kalau desain aglomerasi kawasan Danau Toba dijalankan dengan pendekatan transportasi multimoda seperti ini, maka pertumbuhan ekonominya bisa menyamai kawasan pariwisata unggulan dunia seperti Queenstown di Selandia Baru atau Lake Tahoe di AS. Tapi syaratnya: tetap berbasis keadilan sosial dan pelibatan warga lokal,” jelasnya.
Ia pun mengusulkan agar ke depan, paket-paket wisata berbasis penerbangan air dapat dikembangkan menjadi rute reguler antarkabupaten di sekitar Danau Toba.
Baca Juga:
Menuju Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur yang 'Serba Cepat', MARTABAT Prabowo-Gibran Sebut Pembangunan Apartemen Dekat Stasiun MRT dan LRT Sangat Tepat
“Ini akan menciptakan sebaran wisatawan yang lebih merata, dan mencegah sentralisasi ekonomi hanya di titik-titik tertentu,” tambahnya.
Tohom juga menyarankan agar dalam implementasinya, BPODT melibatkan koperasi lokal dalam pengelolaan fasilitas pendukung seperti dermaga apung, layanan antar-jemput wisata, dan pusat informasi terpadu.
“Kalau kita hanya mengandalkan investor besar, maka dampaknya tidak akan terasa ke warung-warung kecil dan pengrajin ulos di desa-desa. Maka keadilan distribusi ekonomi harus dijaga sejak perencanaan awal,” katanya.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Dorong Inovasi Publik Hadapi Masalah Sampah di Indonesia
Sebelumnya, Direktur Utama BPODT Jimmy Panjaitan menjelaskan bahwa rencana penyediaan transportasi udara seaplane ini telah diajukan kepada Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi.
Menurutnya, kehadiran seaplane akan mempercepat waktu tempuh dari kota-kota besar seperti Medan maupun negara tetangga, sehingga dapat meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke Danau Toba.
“Kolaborasi lintas sektor ini adalah kunci untuk mewujudkan quality tourism. Kami ingin agar distribusi kunjungan wisatawan dapat merata ke delapan kabupaten sekitar Danau Toba,” ujar Jimmy.