Ia mengingatkan, tanpa strategi yang matang, KEK Sei Mangkei berisiko hanya menjadi ‘pulau industri’ yang terputus dari denyut ekonomi lokal.
“Kalau hanya membangun pabrik tanpa mengikatnya pada rantai pasok lokal, maka kita akan kehilangan efek ganda ekonomi. Yang kita butuhkan adalah jembatan antara industri dan rakyat, bukan tembok yang memisahkan keduanya,” tuturnya.
Baca Juga:
PT Murinda Klarifikasi Komposisi Tenaga Kerja: 30 Persen Lokal dan 70 Persen Tenaga Ahli dari Luar Daerah
Tohom juga menyoroti pentingnya peran pemerintah daerah dalam memfasilitasi kemitraan industri-UMKM.
Menurutnya, pelatihan di BBPVP Medan maupun BLK provinsi harus diarahkan pada kebutuhan nyata pasar industri agar UMKM bisa masuk rantai pasok secara berkelanjutan.
“Jangan sampai UMKM kita cuma jadi pemasok musiman, harus dipastikan mereka jadi mitra strategis yang punya daya tawar,” ujarnya.
Baca Juga:
PT Murinda Diduga Tak Mempekerjakan Pekerja Lokal di Kawasan Industri Sei Mangkei, Langgar Aturan Ketenagakerjaan
Sebelumnya, Kepala Administrator KEK Sei Mangkei, Elfi Haris, menyampaikan bahwa 60 persen tenaga kerja yang terserap di kawasan ini berasal dari Kabupaten Simalungun.
Pihaknya berkomitmen meningkatkan peran UMKM lokal melalui koordinasi dengan OPD dan penyaluran CSR dari pelaku usaha yang sudah beroperasi.
Menutup pernyataannya, Tohom menyebut KEK Sei Mangkei sebagai laboratorium ekonomi terpadu