“Aglomerasi industri seperti Sei Mangkei hanya bisa tumbuh berkelanjutan jika tata kelola tenaga kerjanya transparan. Sistem pengawasan perlu berbasis data, teknologi, dan koordinasi lintas lembaga. Dengan begitu, potensi pelanggaran dapat dicegah sejak hulu,” jelasnya.
Menurut Tohom, preseden di KEK Sei Mangkei akan memperkuat standar kepatuhan di seluruh kawasan ekonomi khusus.
Baca Juga:
Prabowo Lantik Afriansyah Noor Jadi Wamenaker, Arnod Sihite: Keputusan Tepat untuk Dunia Ketenagakerjaan
“Jika semua KEK menerapkan standar penegakan hukum yang sama, maka iklim usaha menjadi jauh lebih sehat dan kompetitif. Langkah seperti ini adalah fondasi menuju Indonesia sebagai pusat manufaktur global pada 2045,” tegasnya.
Tohom menutup pernyataannya dengan ajakan kolaborasi.
“Transformasi ketenagakerjaan tidak mungkin berhasil tanpa partisipasi masyarakat. Organisasi relawan, dunia usaha, dan pekerja harus bersinergi. Setiap indikasi pelanggaran harus segera dilaporkan agar negara dapat bertindak cepat. Ini bagian dari menjaga masa depan ekonomi Indonesia,” pungkasnya.
Baca Juga:
KSPSI Sambut Baik 5 Program Penyerapan Tenaga Kerja, Pemerintah Janjikan Jutaan Pekerjaan
Sebelumnya, akhir Oktober lalu, pemerintah melalui Kemnaker telah mengeluarkan 94 warga negara asing (WNA) dari lokasi kerja mereka di KEK Sei Mangkei, Simalungun, Sumatera Utara.
Pengusiran tersebut dilakukan di Jalan Kelapa Sawit II No. 1, Sei Mangkei, dan disaksikan oleh otoritas daerah, termasuk Kadisnaker Simalungun Riando Purba, Kabid Pengawasan Sumatera Utara Sevline Rosdiana Butet, serta pimpinan KEK Sei Mangkei.
Plt Dirjen Pengawasan & K3 Kemnaker, Ismail Pakaya, menjelaskan bahwa seluruh WNA tersebut tidak memiliki dokumen perizinan yang dipersyaratkan.