Berawal dari undangan Tim Kelompok Kerja (Pokja) Transisi
Bupati Terpilih Vandiko Timoteus Gultom -Martua Sitanggang (VANTAS) pada
pertemuan tangal 22 April 2021 di Hotel Vantas Desa Sialanguan, Kec. Pangururan
Kab. Samosir, prokontrapun terjadi.
Baca Juga:
PLN Suskes Perkuat Infrastruktur Listrik dan Berkontribusi pada Keberlanjutan
Respon berbagai pihakpun dengan cepat beredar di medsos atau
WAG dan media online. Dari berbagai pihak yang kontra tidak sedikit sentimen
negatif langsung ditujukan kepada Ketuanya Ir. Mangindar Simbolon (mantan Ketua
Dewan Penasehat Tim Pemenangan VANTAS), dengan mengatakan "belum puas jadi
Bupati dua periode, Bupati gagal memimpin Tim Transisi ya pasti gagal, dll."
Baca Juga:
PLN Semakin Memperkuat Tata Kelola Risiko ESG
Dari sebagian respon yang seperti ini kelihatannya, bau bau Pilkada
masih terasa sekali. Menurut saya, tidak perlulah sampai menyerang pribadi.
Silahkan mengkritisi secara logis tanpa harus menyerang pribadi. Dengan segala kelebihan dan kekurangan
beliau, sebagian masyarakat ada yang antipati dan tentu banyak juga yang
mendukung.
Mungkin, andaikan ketua Tim Transisi bukan Mangindar
Simbolon, respon masyarakat barangkali tidak sebanyak yang sekarang. Lalu
pertanyaannya, apakah pembentukan tim transisi dan respon terhadapnya
berdasarkan preferensi politik? kelihatannya sulit mengatakan tidak.
Mengapa Pokja Transisi Menjadi Prokontra ?
Setidaknya ada 2 alasan mengapa menjadi prokontra.
1. Pokja Transisi mengundang para Kepala Organisai Perangkat
Daerah (OPD) dan Camat pada pertemuan tersebut, Sedangkan Pj. Bupatinya tidak
diundang. Disilah letak persoalannya;
2. Pokja Transisi tidak dikenal dalam Tata Kelola
Pemerintahan Daerah Kabupaten. Artinya, Pokja tidak boleh atau setidaknya tidak
etis mengundang para Kepala OPD dan Camat karena tidak ada hubungan
organisatoris. Kalau untuk berkordinasi, ya bisa saja.
Mengapa Pokja Transisi Dibentuk ?
Mungkin Tim Pemenangan VANTAS terinspirasi kepada Jokowi
saat membentuk Tim Transisi Pemerintahan pada tahun 2014 yang lalu. Jokowi dan JK
membentuk Tim Transisi untuk mempersiapkan pemerintahan barunya.
Mereka lupa bahwa Tata Kelola Pemerintahan Daerah berbeda
dengan Pemerintahan Pusat (Presiden). Kalau dalam konteks Pemerintah Pusat, Tim
Transisi dibentuk untuk mempersiapkan Pemerintahan baru termasuk jumlah Kementerian
baru dan kandidat Menterinya.
Setelah Presiden baru dilantik, biasanya Menterinya pun
semua menjadi baru (Menteri pada razim lama akan berakhir). Sedang di
Pemerintahan Daerah, tidak demikian. Bupati dan Wakil Bupati barupun, para
Kepala OPD dan Camat tidak serta merta berubah (diganti). Mereka adalah ASN,
maka tugasnya sampai pensiun. Sedangkan masa jabatannya sudah diatur tersendiri
melalu Peraturan Pemerintah dan atau Badan Kepegawaian Negara.Proses penggantian para Kepala OPD ada mekanisme yang harus
dilalui sesuai ketentuan yang berlaku dan melalui Sidang Jabatan.
Kekhawatiran Terhadap Pokja Transisi
Dengan dipanggilnya para Kepala OPD, sebagian pihak curig,a
jangan-jangan Pokja akan merubah program kerja atau setiap OPD yang ada saat
ini, termasuk alokasi proyek-proyek di setiap OPD. Sementara penyusunan dan
pengesahan program kerja OPD atau RKPD Tahunan harus dituangkan dalam APBD
dimana pembahasan dan pengesahannya harus melalui DPRD. Artinya, apapun yang
dibahas pada Pokja sesungguhnya adalah diluar mekanisme yang ada.
Visi, Misi Bupati Terpilih
Setelah Bupati dan Wakil Bupati terpilih dilantik, sudah
menjadi kewajibannya menuangkan Visi, Misi dan Program Strategis Kampanyenya ke
dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Kerja
Tahunannya. Untuk mengharmonisasi RPJMD existing dengan Visi, Misi Bupati dan
Wakil Bupati baru, bisa saja dibentuk Pokja atau apapun namanya, dengan tugas
utama "menyelaraskan dan harmonisasi."
Artinya, revisi terhadap RPJMD dan RKPD existing sesungguhnya wajar dilakukan, tapi semuanya
melalui mekanisme yang berlaku yaitu melalui pembahasan dan persetujuan DPRD.
Memahami Pokja Transisi
Pokja Transisi ini juga menjadi masalah karena pilihan
katanya. Mengapa harus menggunakan kata Transisi ? Mengapa bukan Kelompok Kerja
"Percepatan" ? Sebenarnya saat ini tidak ada keadaan "masa transisi" karena
saat ini ada Pj. Bupati, dia adalah Bupati resmi sampai sesaat dilantiknya
Bupati Baru. Dengan kata lain penggunaan kata transisi menjadi kurang pas. Pj.
Bupati saat ini salah satu tugasnya adalah mempersiapkan Pemerintahan baru,
Bupati dan Wakil Bupati baru.
Barangkali teman-teman Tim Pemenangan Vantas terlalu
euphoria atas kemenangan itu sendiri. Pokja Transisi tersebut bisa saja tetap
ada dan bekerja tetap diluar sistem, hasil kerjanya diberikan sebagai masukan
kepada Bupati baru, tanpa harus melibatkan para Kepala OPD atau Camat.
Saya sangat memahami pentingnya Tim atau Pokja ini bagi
seorang Bupati terpilih, Bung Vandiko T. Gultom, karena beliau masih sangat
minim pengalaman soal seluk beluk pemerintahan karena sama sekali tidak
memiliki pengalaman bikrokasi.
Dari segi pembentukan Timnya, Vandiko dan Martua dapat
dipahami bahwa dia memang butuh tim itu. Yang menjadi masalah adalah saat TIM
tersebut terlalu semangat, saking semangatnya, kurang hati-hati dalam melakukan
kegiatannya tanpa melihat potensi masalah legalitasnya.
Pokja Transisi atau Pokja Percepatan, silahkan bekerja dan
berproses, sampai dilantiknya Bupati baru tapi jangan melibatkan aparatur
apalagi para kepala OPD dan Camat.
Selamat Bertugas Bupati dan Wakil Bupati Samosir, Vandiko-Martua.
(Jakarta, 23 April
2021, Penulis adalah seorang akademisi dari STIE Jayakarta)