Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa Pelabuhan Kuala Tanjung dapat menjadi solusi strategis dalam mempercepat pembangunan kawasan dan menekan disparitas logistik antara wilayah barat dan timur Indonesia.
“Saat ini ekonomi masih Jawa-sentris. Kuala Tanjung bisa jadi penyeimbang. Apalagi sudah ada KEK Sei Mangkei dan perusahaan besar seperti Inalum, Wilmar, Unilever hingga Toba Pulp. Dengan pelabuhan ini, kawasan industri tidak lagi terisolasi,” tegasnya.
Baca Juga:
Tak Hanya Menyegarkan, 8 Buah Ini Efektif Atasi Masalah Kulit dari Dalam
Lebih jauh, ia menyoroti pentingnya digitalisasi sistem kepelabuhanan agar Kuala Tanjung mampu bersaing dengan pelabuhan-pelabuhan internasional seperti Port Klang dan Singapura.
Ia mengungkapkan bahwa pelayanan yang cepat, transparan, dan berbasis teknologi informasi adalah kunci dari daya saing logistik di era modern.
“Kita bicara era global. Kecepatan dan efisiensi adalah segalanya. Jangan sampai pelabuhan bagus, tapi dokumen lambat dan sistem lelet. Digitalisasi harus jadi tulang punggung operasional Kuala Tanjung,” ujar Tohom.
Baca Juga:
Dari Jawa Timur hingga Papua, 55 PLTP dan PLTS Mulai Beroperasi di Era Prabowo
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Arif Toha, menjelaskan bahwa Pelabuhan Kuala Tanjung disiapkan sebagai pelabuhan transshipment yang mampu menarik kapal-kapal besar dari berbagai negara.
Dengan konsep pelabuhan yang menghasilkan kargonya sendiri dari kawasan industri terintegrasi, Kuala Tanjung diproyeksikan merebut 5% pangsa pasar transshipment di Selat Malaka.
Pengembangan pelabuhan dilakukan secara bertahap. Tahap pertama, yaitu pembangunan Kuala Tanjung Multipurpose Terminal, telah beroperasi dengan fasilitas modern seperti dermaga 500 meter, trestle 2,8 kilometer, serta sistem IT terintegrasi.