Segera setelah berkuasa, pemerintahan Joe Biden bergerak sangat cepat untuk menempatkan kembali Washington di episentrum perundingan yang ruwet antara negara-negara besar dan Iran mengenai kebijakan nuklirnya, tentang isu kesepakatan iklim, dan dengan sekutu-sekutu tradisionalnya di NATO.
Perjalanan Biden ke Eropa untuk menghadiri KTT G7 dan NATO, yang merupakan satu-satunya perjalanan Biden ke luar negeri sejauh ini, adalah perjalanan diplomatik yang mungkin ibaratnya setara dengan kembali utuhnya sebuah band metal setelah salah seorang anggotanya kembali bergabung ke band tersebut setelah ngambek dan menarik diri.
Baca Juga:
Prabowo Subianto Sambangi Gedung Putih, Rayakan 75 Tahun Hubungan Diplomatik dengan AS
Namun, sekarang, beberapa dari sekutu itu mungkin merasa jengah, kata para analis.
Tricia Bacon, seorang ahli kontra-terorisme di departemen hukum Universitas Amerika, mengatakan saat ini sekutu merasakan "frustrasi yang wajar" atas kurangnya koordinasi dengan sekutu pada penarikan mundur AS dari Afghanistan.
"Pesan AS harus sangat konsisten untuk mendapatkan kembali kredibilitas yang hilang," kata Tricia.
Baca Juga:
Demokrat Tuding Keputusan Biden sebagai Penyebab Kegagalan Harris Hadapi Trump
Dan Imad Harb, direktur penelitian di Arab Center di Washington, mengatakan sekutu-sekutu di Eropa bukan satu-satunya yang mumet dan bertanya-tanya.
"Rezim negara-negara Arab yang terbiasa punya hubungan dekat dengan AS harus khawatir dengan apa yang terjadi di Afghanistan," tulisnya di situs lembaga think tank itu.
"Biden mungkin akhirnya juga akan mengakhiri intervensi militer AS di Timur Tengah yang lebih luas," kata Harb.