WahanaNews-Sumut | Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Tapanuli Utara diduga banyak ditemukan keganjilan. Tercatat empat desa yang melaksanakan Pilkades dikabarkan akan menggugat ke PTUN Sumatera Utara.
Hal tersebut diutarakan Kuasa Hukum pemohon Roder Nababan, keberatan dari empat desa yakni, Desa Batuarimo Kecamatan Parmonangan, Desa Doloksaribu (Kecamatan Pagaran), Desa Lumban Ina-ina (Kecamatan Pagaran), dan Desa Lubis (Kecamatan Pagaran).
Baca Juga:
Polres Simalungun Berhasil Meringkus Pelaku Judi Online di Raya Kahean, Simalungun, Berkat Informasi Masyarakat
“Kami selaku kuasa hukum keberatan terhadap rekapitulasi dan pemenang Kepala Desa dari Desa Batuarimo, Desa Dolok Saribu, Desa Lumban Ina-ina, Desa Lubis, terkait Keputusan Bupati No: 701 Tahun 2021 tentang penetapan hasil penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa di Kabupaten Tapanuli Utara," ujar Roder Nababan.
Pada intinya menerima permohonan untuk sebagian dari 3 calon yaitu, Desa Parbubu II (Kecamatan Tarutung), Desa Sibandang (Kecamatan Muara), dan Desa Dolok Saribu (Kecamatan Pagaran).
Selanjutnya menolak 10 desa yaitu, Desa Rahut Bosi Onan (Kecamatan Pangaribuan), Desa Parsaoran Nainggolan (Kecamatan Pahae Jae), Desa Huta Julu (Kecamatan Parmonangan), Desa Batuarimo (Kecamatan Parmonangan), Desa Tapian Nauli II (Kecamatan Sipahutar), Desa Banua Luhu (Kecamatan Pagaran), Desa Simamora Hasibuan (Kecamatan Pagaran), Desa Lubis (Kecamatan Pagaran), Desa Lumban Ina-Ina (Kecamatan Pagaran) dan Desa Pagaran Lambung III (Kecamatan Adian Koting).
Baca Juga:
Kebakaran Tujuh Rumah di Parapat bermula dari lantai dua rumah makan ayam geprek
“Secara hukum, kami tidak puas terhadap keputusan tersebut dikarenakan dasar-dasar yang dipakai dari penyelesaian perselisihan tidaklah memasuki roh demokrasi itu sendiri yaitu, langsung, umum, bebas, dan rahasia," ungkap beber Roder Nababan, dalam keterangan resminya yang diterima wartawan, Senin (20/12/2021).
Roder Nababan juga mengatakan tidak menuntut pemerintah harus memuaskan setiap orang yang melakukan keberatan, karena pemerintah itu bukan alat pemuas seperti yang diucapkan dari Tim Fasilitas Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Kepala Desa tingkat Kabupaten.
"Namun, kenyataan yang kami lihat pada penyelesaian tersebut, di satu sisi Tim Fasilitas tidak membuka ruang untuk menyelesaikan perselisihan tersebut secara adil dan demokratis dengan memanggil pihak-pihak yang bersengketa,” beber Roder Nababan.
Di sisi lain, Tim Fasilitasi justru mempertontonkan pelanggaran-pelanggaran hukum yakni, tidak diperkenankannya Kuasa Hukum dari Calon Kepala Desa yang keberatan untuk
menyampaikan hal-hal keberatan pada acara rapat tersebut. Bahkan, Kepala Dinas PMD (Donni Simamora) menyatakan bahwa kuasa hukum hanya berbicara di pengadilan.
"Hanya di Tapanuli Utara lah di seluruh Indonesia, bahkan dunia, kuasa hukum tidak diperbolehkan untuk berbicara, sedangkan didalam permasalahan rumah tanggapun kuasa hukum diizinkan untuk berbicara. Karena kuasa hukum bertindak untuk dan atas nama klien, dan kuasa hukum akan berhenti bicara ketika yang memberi kuasa menghentikannya untuk berbicara. Oleh karena itu, maka kami akan membawa permasalahan ini ke pengadilan supaya bisa menguji dan berbicara di pengadilan sesuai dengan permintaan Donni Simamora,” tegas Roder.
Hal lainnya, sambung Roder, Tim Fasilitasi dalam rapat terbukanya, 14-15 Desember 2021, hanya berkutat pada DPT yang telah ditandatangani oleh para Cakades dan selalu menyatakan, dengan menandatangani DPT, berarti sudah setuju dengan hasil DPT yang sudah ditandatangani tersebut. Padahal, biang kerok pelanggaran atau kecurangan oleh penyelenggara pemilihan Cakades diawali dengan DPT yang bermasalah.
“Kami sudah membuktikannya dari jawaban Dinas Dukcapil Taput, dengan ditemukannya ada yang bukan penduduk lokal terdaftar di DPT Pilkades. Hal ini disebabkan oleh pelanggaran, di mana penetapan Cakades dan DPT hanya berjarak 30 menit dan langsung dengan pencatatan nomor,” urainya.
Dengan kata lain, sambungnya, ketiga tahapan ini dilakukan pada hari yang sama. Padahal di dalam Peraturan Bupati Taput tentang Pilkades 2021 jelas-jelas dibuat di dalam lampiran jadwalnya yaitu, Nomor. 22, bahwa penetapan Calon dan penetapan DPT dilakukan pada Tanggal 20-21 Oktober 2021.
“Semua Cakades dihadapkan dengan keterpaksaan untuk menanda tangani dikarenakan ketidakmengertiannya dengan Peraturan Bupati. Dan semua desa menandatangani perekapan calon dan Penetapan calon dan DPT serta pencatatan nomor pada tanggal 20 Oktober 2021, kecuali Desa Batuarimo Kecamatan Parmonangan,” paparnya.
Roder menambahkan, penandatanganan DPT tersebut bertentangan dengan hukum. Oleh karenanya harus dibatalkan.
Selain itu, Tim Fasilitasi tidak melihat sama sekali atau memeriksa pelanggaran-pelanggaran, maka pihaknya yakin siapapun yang menjadi pemerintah di Taput di kemudian hari akan membuat dan merencanakan pelanggaran-pelanggaran.
Sebab jika pelanggaran-pelanggaran tidak ikut dibuat sebagai pertimbangan hukum, maka para Cakades dan atau pelanggar akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan suara terbanyak, meskipun dengan melakukan pelanggaran yang berhubungan dengan hukum.
Terkhusus Pilkades di Batuarimo, lanjutnya, surat Sekda tanggal 11 Nopember 2021 No. 140/1671/2-13.2.1/XI/2021, pada poin ke-4 menyatakan bahwa surat tersebut berlaku bagi semua calon di Desa Batuarimo.
“Menurut pemahaman kami, poin 4 pada surat tersebut adalah satu kesatuan dengan poin 1, 2 dan 3. Namun, Tim Fasilitasi mencopot poin 4 tersebut hanya untuk melegitimasi pengunduran diri Komser Tarihoran sebagai Cakades,” terangnya.
“Untuk menguji surat tersebut kami akan membawa ke Pengadilan,” tandasnya.
Dari Pantauan WahanaNews-Sumut, bahwa hasil pemungutan suara Pilkades diduga banyak bermasalah, terpantau ada beberapa Desa mengajukan surat laporan, bahwa hasil Pemilihan Kepala Desa cacat hukum, seperti dati Kecamatan Parmonangan, Pagaran, Sipahutar, Adiankoting, Muara. [rum]