WahanaNews-Sumut | Ratusan warga yang tergabung dalam Serikat Tani Kabupaten Samosir (STKS) bersama komunitas masyarakat adat melakukan aksi unjuk rasa ke kantor Bupati Samosir di Rianiate dan kantor DPRD Samosir, di kawasan perkantoran Parbaba, Pangururan, Kabupaten Samosir, Senin (13/12/2021).
Dalam aksinya, massa yang sebagian besar dari petani ini mendatangi kedua kantor itu dengan mobil terbuka dan menggunakan pengeras suara serta dibawah pengawalan ketat dari petugas Polres Samosir.
Baca Juga:
Lengkap Penderitaan ! Jalan Rusak Sampah Menumpuk Tepat dibelakang Telkom Kota Perdagangan
Melalui orasinya, koordinator aksi Esbon Siringoringo, menyampaikan sejumlah tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Samosir untuk segera merealisasikan janji-janjinya pada saat kampanye di Pilkada 2020 lalu.
Pengunjuk rasa juga meminta Pemerintah Daerah dan DPRD harus segera merealisasikan BPJS gratis kepada masyarakat ekonomi lemah, bantuan pendidikan bagi siswa yang tidak mampu, pemberian beasiswa bagi siswa berprestasi dari tingkat SD hingga tingkat Perguruan Tinggi, perbaikan infrastruktur dasar semua desa di Samosir serta pengadaan air bagi kawasan pertanian dan pengadaan air minum bagi pemukiman penduduk yang kesulitan air.
“Mendesak Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir untuk mempercepat proses penerbitan peraturan daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), karena masyarakat adat merupakan elemen penting dalam penyelamatan lingkungan hidup dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal,” ujar koordinator aksi, Esbon Siringoringo.
Baca Juga:
Jalur Parapat-Siantar longsor sat lantas simalungun lakukan pengamanan
Ia juga mengatakan bahwa Pemkab Samosir hendaknya memberikan jaminan keamanan bagi Komunitas Bius Sitolu Hae Horbo Sijambur yang mengalami diskriminasi oleh pihak berwajib, seperti polisi kehutanan dan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) terhadap akses pengelolaan tanah adatnya yang diklaim negara sebagai kawasan hutan negara.
“Pemangku kebijakan di Kabupaten Samosir harus ikut serta dalam menutup dan menolak kehadiran PT. TPL di Tano Batak yang telah melanggar HAM seperti perampasan hak atas tanah adat, atas sumber kehidupan, lingkungan yang aman dan lestari,” ungkap Esbon.
Di kantor bupati Samosir jalan Rianiate, Pangururan, aksi yang berlangsung damai itu diterima oleh Asisten I Setdakab Samosir, Mangihut Sinaga dan Kepala Kantor Kesbangpol, Agustianto Sitinjak.
Usai menyampaikan tuntutannya di kantor Bupati Samosir, petani yang tergabung dalam STKS pun melanjutkan aksi ke kantor DPRD Samosir yang diterima oleh Ketua DPRD Samosir, Sorta E Siahaan dan Wakil Ketua DPRD Samosir Pantas Marroha Sinaga dan Nasib Simbolon, dan sejumlah anggota DPRD yang seyogianya hadir dalam rangka rapat paripurna Ranperda Masyarakat Hukum Adat.
Ketua STKS Samosir Esbon Siringoringo bersama Komunitas Masyarakat Adat dan beberapa orang perwakilan pengunjuk rasa saat diterima pimpinan DPRD Samosir di ruang rapat DPRD Samosir. “Bahwa aksi kami, selain mengajukan tuntutan kepada Pemerintah Daerah, mereka juga menyampaikan pernyataan dan sikap dalam rangka peringatan hari HAM pada tahun 2021 ini," ujar Esbon Siringoringo.
Selain itu, massa pengunjuk rasa juga mendesak Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir untuk mempercepat proses penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA), karena Masyarakat Adat merupakan elemen penting dalam penyelamatan Lingkungan Hidup dan menjaga nilai-nilai kearifan lokal.
"Kami juga mendesak Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir memberikan jaminan keamanan bagi Komunitas Bius Sitolu Hae Horbo Sijambur yang mengalami diskriminasi oleh pihak berwajib seperti polisi kehutanan dan KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) terhadap akses pengelolaan tanah adatnya yang di klaim Negara sebagai Kawasan Hutan Negara," pintahnya.
Kemudian diminta kepada Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir turut serta dalam menutup dan menolak kehadiran PT TPL di Tano Batak yang telah melanggar HAM seperti perampasan hak atas tanah adat, atas sumber kehidupan, lingkungan yang aman dan lestari.
"Pemerintah Kabupaten Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir segera menerbitkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang merupakan turunan dari UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani," sebutnya.
Kemudian Pemkab Samosir tidak melakukan diskriminasi terhadap organisasi petani atau Serikat Tani Kabupaten Samosir yang tidak memiliki badan hukum. Putusan MK N0 87 Tahun 2013 bahwa setiap warga (petani) berhak menentukan organisasinya dan berhak mendapatkan perlindungan serta hak-haknya dari Negara.
"Pemkab Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir agar meningkatkan alokasi anggaran untuk pertanian, pendidikan dan kesehatan. Berdasarkan APBD tahun 2021 terlihat masih terlalu rendah persentasi pemenuhan hak Ekosob rakyat khususnya petani yaitu pertanian 2,4 % dan Pendidikan 25,7 %," ungkapnya, sembari berharap Pemkab Samosir dan DPRD Kabupaten Samosir untuk menganggarkan di APBD dalam rangka mendukung pengembangan kegiatan para petani Organik atau para petani selaras alam di Kabupaten Samosir," harapnya.
Tidak lama menyampaikan aspirasi, akhirnya Ketua DPRD Samosir menerima perwakilan dari STKS dan Komunitas Masyarakat Adat di ruang rapat, Pimpinan DPRD Samosir memberikan penjelasan bahwa adalah tugas dan fungsi DPRD sebagai wakil rakyat untuk menampung aspirasi masyarakat serta menerima tuntutan rakyat untuk kemudian disampaikan kepada Bupati dan jajaran eksekutif untuk ditindaklanjuti dan direalisasi.
Usai menyampaikan aspirasi, seluruh pengunjuk rasa baik STKS dan KMA, dengan damai, massa aksi pun kembali ke tempat masing-masing meninggalkan gedung DPRD. [rum]