Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran menyampaikan apresiasi pada BMKG dan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara atas langkah cepat dan strategis mereka dalam menggelar Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) guna mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan Otorita Danau Toba.
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menilai intervensi ini bukan hanya bentuk nyata dari kepedulian terhadap lingkungan, tetapi juga mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelangsungan kawasan Geopark Kaldera Toba yang telah diakui dunia sebagai UNESCO Global Geopark.
Baca Juga:
Karhutla di Tapian Nauli, BPBD Tapteng Gerak Cepat Padamkan Api
“Operasi Modifikasi Cuaca yang dilakukan BMKG di kawasan Kaldera Toba ini adalah bukti bahwa negara hadir dalam upaya preventif, bukan sekadar reaktif saat bencana sudah terjadi. Ini langkah cerdas, tepat waktu, dan sangat relevan, terlebih mengingat puncak musim kemarau yang berlangsung hingga Agustus,” ujar Tohom, Rabu (6/8/2025).
Tohom menambahkan, keberhasilan pelaksanaan OMC di wilayah Simalungun yang telah memicu hujan lokal menunjukkan bahwa teknologi bisa digunakan secara adaptif untuk menjawab tantangan ekologis masa kini.
Ia juga mengungkapkan pentingnya kesinambungan operasi ini demi menjaga kestabilan suplai air, meminimalisasi potensi titik panas, dan menjamin keselamatan ekosistem serta masyarakat.
Baca Juga:
BPBA dan BNPB Lakukan Pemadaman Udara Karhutla Aceh Selatan Seluas 77 Hektare
Menurutnya, kawasan Danau Toba bukan hanya simbol pariwisata nasional, tetapi juga kawasan strategis dari segi budaya, ekologi, dan ketahanan air.
Jika dibiarkan mengalami degradasi akibat karhutla, maka dampaknya tidak hanya lokal, melainkan regional dan bahkan global.
"OMC ini jangan dilihat sekadar sebagai eksperimen cuaca, tapi sebagai strategi geopolitik nasional dalam mempertahankan status Geopark sekaligus mencegah bencana asap lintas batas. Dan yang lebih penting, ini menyangkut kesehatan dan hak hidup masyarakat sekitar," tegas Tohom.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa keberhasilan operasi semacam ini bisa dijadikan prototipe nasional, khususnya bagi wilayah-wilayah aglomerasi strategis yang rentan terhadap bencana iklim.
Ia mendorong agar pendekatan yang sama diterapkan secara simultan di wilayah lain seperti Kalimantan Tengah, Riau, dan Papua Barat, di mana ancaman karhutla juga meningkat tiap tahun.
“Mitigasi iklim tak bisa diserahkan hanya kepada satu instansi. Diperlukan orkestrasi kelembagaan yang solid, dari BMKG, pemda, TNI AU, hingga lembaga pengawasan publik,” tambahnya.
Sebelumnya, BMKG melalui Deputi Modifikasi Cuaca Tri Handoko Seto menyampaikan bahwa operasi penyemaian awan dilakukan sejak 26 hingga 31 Juli 2025, menggunakan lima sorti pesawat Casa 212 dengan total 3.300 kg NaCl.
Operasi ini mencakup wilayah-wilayah rawan karhutla di sekitar Danau Toba seperti Simalungun, Toba, Samosir, Dairi, Asahan, dan Pulau Samosir.
Hujan yang berhasil diturunkan di kawasan target diharapkan dapat membasahi lahan gambut, menambah cadangan air, serta menurunkan potensi titik api.
Operasi ini didukung penuh oleh Pemprov Sumatera Utara dan sejumlah instansi, termasuk Skadron Udara 4 Abdulrachman Saleh, Airnav Indonesia, dan Angkasa Pura II.
Menurut BMKG, intervensi ini sangat mendesak mengingat analisis menunjukkan bahwa Juli–Agustus merupakan puncak musim kemarau di wilayah Toba.
Terlebih, operasi dilakukan setelah rampungnya agenda Revalidasi Toba Caldera oleh UNESCO pada 21–25 Juli, yang menjadi krusial dalam mempertahankan status global Geopark kawasan tersebut.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]