SUMUT.WAHANANEWS.CO - Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang dialami oleh DM boru Manullang, yang telah dilaporkan ke Polrestabes Medan, kini menimbulkan tanda tanya besar terkait profesionalitas kinerja penyidik. Sorotan publik semakin tajam setelah adanya pernyataan kontradiktif dari penyidik Bripda Rilly Sagita, yang menimbulkan kecurigaan publik.
Kejanggalan bermula ketika Bripda Rilly Sagita menyatakan bahwa ia tidak pernah memeriksa saksi-saksi yang melihat langsung kejadian KDRT tersebut. Padahal, menurut pengakuan korban, DM boru Manullang, ia telah diminta oleh penyidik untuk menghadirkan saksi-saksi, dan hal ini telah dilakukan pada tanggal 8 Juli 2025. Ketidaksesuaian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai koordinasi dan transparansi dalam proses penyidikan.
Baca Juga:
Wartawan Medan Dianiaya Preman Suruhan PT Universal Gloves Resmi Melapor ke Polisi
Setelah kasus ini mencuat di media, Bripda Rilly Sagita kembali membuat pernyataan yang membingungkan. Awalnya, ia mengelak pernah memeriksa saksi yang melihat kejadian langsung pada tanggal 8 Juli 2025.
"Iya, yang meriksa bukan saya yang kemarin itu pak!," ujarnya, Selasa (14/10/2025) lalu.
Namun, ketika dikonfrontasi dengan pernyataan korban yang menyebutkan bahwa Bripda Rilly Sagita memang memeriksa salah satu saksi, ia baru mengakuinya
Baca Juga:
Polisi Sergap 5 Orang Pengedar Sabu di Perumahan Ganda Asri, Kecamatan Sibiru - biru
"Iya yang satu saya, yang lainnya tidak saya yang memeriksa mungkin aku tidak masuk kantor," ungkapnya.
Korban menegaskan bahwa kedua saksi diperiksa pada hari yang sama. Satu saksi diperiksa oleh Arya Sihombing atas instruksi Rilly Sagita, sementara Bripda Rilly Sagita sendiri memeriksa saksi lainnya yang melihat langsung kejadian KDRT. Perbedaan pernyataan ini memunculkan spekulasi tentang adanya upaya dugaan untuk menutupi fakta atau mengurangi bobot kesaksian para saksi.
Kasus KDRT yang dialami DM boru Manullang menjadi ujian bagi profesionalitas dan integritas Polrestabes Medan. Masyarakat menuntut adanya penyidikan yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sistem pengawasan internal di kepolisian, khususnya dalam penanganan kasus-kasus sensitif seperti KDRT.