WahanaNews-Sumut I Keributan terjadi lagi di area
pembangunan tempat limbah (tailing) PT Dairi Prima Mineral (DPM), di Kecamatan Silima
Pungga-pungga Kabupaten Dairi, Senin (16/08/2021).
Baca Juga:
Tim Penyidik DJP Sita 4 Truk BBM Terkait Penggelapan Pajak
Keluarga Japen Sihaloho
kembali memprotes pembangunan Tailing milik PT DPM, karena pihak perusahaan kembali
melakukan aktivitas pembangunan tempat pengolahan limbah tersebut.
Rumah keluarga Japen Sihaloho dengan Tailing milik PT DPM
hanya berjarak sekitar 20 meter.
Baca Juga:
Imbas Tak Bayar Sewa Kantor, Akses Masuk PT DPM Diblokir Warga
"Suara mesin alat berat dan suara mesin bornya sangat bising
dan mengganggu," ucap Japen.
Seperti diketahui sejak tanggal 21 Juli 2021 lalu, pembangunan
Tailing ini sudah dihentikan, karena pihak perusahaan tidak dapat menunjukkan
surat izin pembangunan Tailing.
Sampai akhirnya tanggal 26 Juli 2021 Camat Silima Pungga-pungga,
Horas Pardede menyurati pihak PT DPM agar menghentikan pekerjaan itu sebelum Revisi
Amdal keluar.
Namun tanggal 12 Agustus 2021 Camat Silima Pungga-pungga
kembali mengeluarkan surat memberikan izin kegiatan PT DPM dengan beberapa
catatan diantaranya, PT DPM harus melakukan sosialisasi yang benar-benar bisa
dipahami oleh masyarakat.
Bermodalkan surat itu, PT DPM milik taipan Aburizal Bakrie
ini memulai pengeboran untuk membangun Tailing namun kembali diprotes keluarga Japen
Sihaloho.
"Izin pembangunan tailing itu harus dari Kementrian ESDM,"
ucap Japen sihaloho.
Pantuan wartawan langsung dilokasi, Senin (16/08/2021) siang
terjadi aksi saling dorong antara petugas security PT DPM dengan Nia Sihaloho (putri
Japen Sihaloho).
Nia Sihaloho terjatuh dan kakinya terinjak, hingga harus di
papah dan dibawa berobat ke Puskesmas Parongil.
"Aku mau masuk ke lokasi Tailing memohon supaya
diberhentikan mesinnya. Aku dihalangi securitynya, aku didorong kebelakang, aku
jatuh dipijak kakiku, pinggangku sakit karena aku terguling-guling," ucap Nia menjelaskan
sambil menangis.
Terpisah, Camat Silima Pungga-pungga ketika di konfirmasi mengatakan
sudah berkali-kali dilakukan mediasi.
"Sudah berkali-kali saya mediasi, tapi tidak berhasil," ucap
Horas Pardede.
Sarah Naibaho aktivis lingkungan di Dairi mengatakan, PT DPM
harus mampu membuktikan legalitas dari kegiatan yang dilakukan di lokasi Tailing.
Dia mengatakan, idealnya industri tambang yang masuk ke sebuah
wilayah dan mengatasnamakan pembangunan harus menghargai warga lokal. Tidak
boleh ada warga yang keberatan dan merasa terganggu akibat aktivitas
pertambangan.
"Sebenarnya pengajuan permohonan informasi sudah diajukan
oleh aliansi NGO Dairi kepada kepala daerah dan sudah mempertanyakan apa yang
menjadi dasar atau lagalitas aktivitas PT DPM dilokasi Tailing, padahal PT DPM
belum mendapat izin lingkungan," ujarnya.
Menurutnya, kepala daerah tentu juga harus memiliki fungsi
kontrol atas investasi didaerahnya. Juga peduli terhadap masyarakatnya yang
terganggu dengan aktivitas perusahaan yang selama ini selalu diwacanakan untuk
meningkatkan kesejahteraan.
"Namun sampai saat ini belum ada penjelasan dari
kepala daerah atas legalitas dan aktivitas PT DPM," ucap Diakones Sarah Naibaho.
(tum)