SUMUT.WAHANANEWS.CO - Kasus dugaan penganiayaan di Dairi memasuki babak baru yang penuh misteri. Korban, Roy Erwin Sagala, mengaku kebingungan setelah menerima dua pernyataan berbeda dari penyidik dan penyidik pembantu terkait penyitaan rekaman CCTV di tempat kejadian perkara (TKP). Perbedaan pernyataan ini memicu pertanyaan besar tentang proses penyidikan yang tengah berjalan.
Pada Sabtu (8/2/2025) lalu, korban menghubungi IPDA Dzaky Raditya Wardana, penyidik yang menangani kasusnya. IPDA Dzaky menyatakan akan melakukan penyitaan rekaman CCTV, namun menunda hingga Senin (10/2/2025) karena hari Sabtu sudah sore dan Minggu merupakan hari libur. Namun, di hari yang sama, Brigpol Abdul Izhar, penyidik pembantu, memberikan pernyataan yang berbeda. Izhar menyatakan belum bisa melakukan penyitaan karena belum mendapatkan izin dari pengadilan. Pengadilan, menurut Izhar, mensyaratkan penetapan tersangka terlebih dahulu sebelum izin penyitaan dikeluarkan.
Baca Juga:
Kasus Penganiayaan di Dairi: Bayangan Kekuasaan dan Misteri Rekaman CCTV?
"Kata penyidik (IPDA Dzaky), CCTV akan disita, tapi karena sudah sore dan besok libur, katanya Senin. Dia minta saya komunikasi dengan Izhar," ujar Roy menirukan ucapan IPDA Dzaky.
"Tapi Izhar bilang ada kendala izin dari pengadilan, harus ada penetapan tersangka dulu. Dia berjanji akan mendiskusikan hal ini ke Kasat dan KBO," tambahnya menceritakan pernyataan Brigpol Izhar.
Perbedaan pernyataan ini membuat Roy Erwin Sagala bertanya-tanya tentang kelanjutan proses penyidikan kasusnya. Apakah ada kendala internal dalam proses penyidikan atau ada hal lain yang disembunyikan?
Baca Juga:
AKBP Netty Siagian Bongkar Sikap Mayor Teddy, Latar Belakangnya Bukan Kaleng-kaleng
Kasat Reskrim Polres Dairi, Iptu Wilson Manahan Panjaitan, yang baru beberapa hari menjabat, menyatakan kasus ini masih dalam proses penyidikan.
"Masih dalam proses penyidikan Sat Reskrim Polres Dairi, karena Kanit dan anggota saya belum mendapat paparan tentang kasus ini. Bila ada perkembangan, saya akan kabari teman-teman media," ungkapnya pada Sabtu (8/2/2025) lalu.
Ketua DPD Martabat Prabowo-Gibran Sumatera Utara meminta Kapolda Sumut agar turun tangan atas kasus yang dialami Roy Erwin Sagala.
"Saya minta Kapolda Sumut turun tangan atas kasus dugaan penganiayaan di Dairi," tutupnya.
Ketidakjelasan informasi dari pihak kepolisian ini semakin memperkeruh situasi dan menimbulkan kecemasan bagi korban. Publik pun menantikan kejelasan dan transparansi dari pihak kepolisian terkait kasus dugaan penganiayaan ini. Apakah penyitaan rekaman CCTV akan segera dilakukan? Dan apa sebenarnya yang terjadi di balik perbedaan pernyataan kedua penyidik tersebut? Pertanyaan-pertanyaan ini masih menunggu jawaban.
Sebelumnya diberitakan, Korban kepada WahanaNews.co menceritakan kejadian yang dialaminya.
"Awalnya tanggal 3 Januari 2025 malam, saya mengambil handphone dua unit milik karyawan si terlapor di gudangnya, jadi saat itu aksi saya terekam cctv bang," ujar Roy Erwin Sagala kepada WahanaNews.co.
"Setelah itu saya tidur di rumah, keesokan harinya pada paginya sekitar kurang lebih pukul sembilanan, saya bangun dari tidur, istri saya tidak ada di rumah berangkat ke rumah mertua, setelah itu saya pergi menjual handphone itu," tambahnya.
Setelah menjual handphone tersebut Roy kembali ke rumah sekitar sore hari sekitar kurang lebih pukul 17.00 WIB, (4/1/2025).
"Sebelum saya sampai di rumah, saya ngisi paket internet dulu di counter handphone, menunggu ngisi paket, datanglah bodyguard nya si terlapor kepada saya dan mengatakan saya ada mengambil handphone, dan saya mengakui perbuatan tersebut, dan saya bilang saya pertanggungjawabkan perbuatan saya sesuai hukum yang berlaku," akunya.
Ia meminta agar "Bodyguard"nya kembali dahulu dan ia akan menyusul, dan Roy memastikan tidak akan lari, setelah itu dirinya kembali pulang dan membuka warungnya.
"Saya menunggu orang rumah saya, namun orang rumah saya tidak kunjung pulang ke rumah, dan saya menghubungi orang rumah saya dan karena dipastikan orang rumah belum pulang, saya tutup lah kedai tadi sekitar pukul 20.00 WIB," ucapnya.
"Sekiranya jam setengah sembilan atau jam sembilan malam gitu datang lah lagi anggota si terlapor, setelah itu saya diajak menemui ketuanya bernama Wahyu Daniel Sagala, karena niat saya bertanggung jawab, saya datangi dan ikuti ajakannya ke gudang," imbuhnya.
Dengan rasa bertanggungjawab atas perbuatannya, Roy masuk ke sebuah gudang milik Wahyu Daniel Sagala, ketika dirinya masuk, gudang tersebut langsung ditutup.
"Kulihat digudang tersebut sudah ada sekitar kurang lebih dua puluhan orang, saya langsung mendatangi Wahyu Daniel Sagala agak kebelakang, aku langsung dipegang orang itu, lalu dilempar handphone milik Wahyu Daniel Sagala ke jidat saya, setelah itu berdiri dia (Wahyu Daniel Sagala) langsung di bogem saya sekeras kerasnya oleh Wahyu Daniel Sagala," ungkapnya.
"Lalu disambut oleh yang lain membabi buta memukul saya, dan beberapa orang lagi yang tidak saya kenal menghantam saya terus menerus dari sekitar kurang lebih jam Sembilanan hingga kurang lebih pukul dua belas malam, saya minta tolong, minta tolong namun mereka tak menggubris nya," tambahnya.
Karena sudah tak merasa tahan lagi, Roy akhirnya tergeletak dan pada saat itu pukulan tersebut masih terus bertubi tubi memukulinnya.
Ternyata aksi pengeroyokan tersebut, terdengar oleh warga sekitar, dan langsung digedor oleh seorang warga sekitar, setelah dilihat seorang warga tersebut ia meminta kepada Wahyu Daniel Sagala untuk menyudahinya.
"Udahlah udahlah, keluar keluar, itu kata warga itu, dan itulah yang membuat saya bisa keluar dari gudang tersebut," katanya.
Kejadian ini menimbulkan pertanyaan besar tentang penegakan hukum dan keadilan di Kabupaten Dairi. Apakah seorang Wakil Bupati terpilih memiliki hak untuk melakukan penganiayaan terhadap warga sendiri?.
Publik menuntut kejelasan dan transparansi dalam penanganan kasus ini. Aparat penegak hukum diharapkan bersikap tegas dan objektif dalam mengusut tuntas kasus penganiayaan ini, tanpa pandang bulu.
[Redaktur : Dedi]