Sumut.WAHANANEWS.CO, Dairi – Bencana longsor kembali melumpuhkan jalur utama penghubung Medan–Sidikalang di kawasan Lae Pondom, Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi, Kamis (5/6/2025) sore.
Jalur yang selama ini menjadi tulang punggung konektivitas antarwilayah di Sumatera Utara itu kembali terputus akibat kerusakan parah, menyisakan hanya sekitar dua meter lebar jalan yang masih bisa dilewati.
Baca Juga:
Tiga Anjing Pelacak Dikerahkan Bantu Temukan Korban Longsor di Tambang Gunung Kuda
Menanggapi kondisi tersebut, DPP MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak tiga kepala daerah, yakni Bupati Tanah Karo, Bupati Dairi, dan Bupati Pakpak Bharat untuk segera bersinergi bersama DPRD Sumatera Utara (DPRSU) dan DPR RI guna mendorong pelebaran jalur nasional tersebut sebagai prioritas infrastruktur nasional.
Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, mengkritik kebijakan tambal sulam yang selama ini menjadi respons rutin pemerintah setiap kali terjadi longsor.
Ia menyebut langkah tersebut sebagai solusi semu yang tidak menjawab akar persoalan infrastruktur rawan bencana di kawasan pegunungan Sumatera Utara.
Baca Juga:
Longsor Tambang Gunung Kuda Cirebon Telan 20 Korban Jiwa
“Sudah waktunya negara berhenti membungkus ketidakberdayaan dengan tambal sulam. Jalan nasional itu bukan lapangan darurat yang bisa ditutup dan dibuka sesuka hati. Ini jalur ekonomi, jalur logistik, dan jalur hidup masyarakat lintas kabupaten,” ujar Tohom dalam pernyataannya, Jumat (7/6/2025).
Tohom menjelaskan, ketiga kabupaten tersebut berada dalam satu kesatuan aglomerasi strategis yang sangat bergantung pada kelancaran akses jalan.
Ketika jalur utama terganggu, maka ekonomi rakyat, distribusi pangan, akses pendidikan, hingga layanan kesehatan ikut terganggu. Menurutnya, pelebaran jalan adalah kebutuhan mutlak yang tak bisa lagi ditunda.
“Ini bukan sekadar proyek fisik, ini soal keadilan wilayah. Masa iya satu-satunya jalan vital dibiarkan tetap sempit dan rentan longsor setiap tahun tanpa evaluasi menyeluruh? Itu cerminan buruknya perencanaan,” tegasnya.
Tohom, yang juga Ketua Aglomerasi Watch, menekankan pentingnya pendekatan kawasan dalam pembangunan infrastruktur. Menurutnya, jalan nasional Sidikalang–Medan yang melewati Tanah Karo–Dairi–Pakpak Bharat seharusnya masuk dalam skema aglomerasi prioritas berbasis ketahanan bencana.
“Aglomerasi wilayah harus dibangun dengan fondasi infrastruktur kuat dan tangguh bencana. Kalau jalannya masih seperti tali sepatu di lereng curam, bagaimana bisa bicara konektivitas Sumatera Utara bagian barat?” ujar Tohom.
Ia juga mendesak Kementerian PUPR, Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), serta Komisi V DPR RI untuk segera melakukan peninjauan lapangan dan mengalokasikan anggaran khusus pada APBN 2025.
Menurutnya, pelebaran jalan di kawasan ini bukan hanya urusan daerah, tapi juga tanggung jawab nasional dalam menjamin aksesibilitas yang merata.
“Kami ingin kepala daerah dan DPR bergerak bersama sebagai satu suara. Jangan tunggu korban jatuh, baru panik kirim alat berat. Perencanaan infrastruktur harus meninggalkan pola darurat menuju kebijakan berkelanjutan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Camat Silahisabungan, Iwan Simarmata, membenarkan kejadian longsor di Lae Pondom yang membuat jalur tidak bisa lagi dilalui kendaraan besar.
Pengendara diminta memanfaatkan jalur alternatif Merek–Tongging–Silalahi–Sumbul, namun jalur tersebut dipastikan padat karena menjadi rute bersama Medan, Aceh Singkil, dan Subulussalam.
“Jalan di Lae Pondom, longsor. Tidak bisa lagi dilalui. Aspal paling-paling tinggal dua meter,” kata Iwan, Kamis (5/6/2025).
Ia menambahkan bahwa kendaraan yang diperbolehkan melintas maksimal hanya roda enam. Truk besar pengangkut CPO atau logistik berat dilarang melintas karena kondisi jalan yang rentan.
“Pengemudi disarankan lewat dari Silalahi. Itu pun harus sangat hati-hati,” ujar Iwan.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]