SUMUT.WAHANANEWS.CO - Kasus penganiayaan yang dialami Roy Erwin Sagala di Dairi, Sumatera Utara, semakin memanas. Bukan hanya Direktur Pusat Studi Hukum dan Pembaruan (Pushpa), Muslim Muis, yang mendesak Kapolda Sumut memecat Kapolres Dairi karena dugaan keberpihakan kepada terlapor, kini Ketua Ormas Horas Bangso Batak, Lamsiang Sitompul, ikut menyuarakan amarah publik. Lambannya penanganan kasus ini, yang menurut Sitompul sangat sederhana, dinilai sebagai bukti nyata ketidakadilan dan dugaan kuat keberpihakan aparat penegak hukum kepada pelaku.
Sebelumnya diketahui, menurut pengakuan korban ia mendapat kan penganiayaan dan pengeroyokan yang diduga dilakukan oleh Wakil Bupati Dairi dan rekan rekannya secara keji hingga ia merangkak dari TKP menuju ke rumahnya. Tak hanya itu kedai korban diduga menjadi amukan Wakil Bupati Dairi dan rekannya sehingga mata pencaharian dia untuk kebutuhan hidup sehari-hari hancur. Ironisnya ia pun mendengar langsung ancaman rumahnya mau dibakar dan ia juga melihat dan mendengar langsung bahwa dirinya akan di "sudahi" yang diduga terlontar dari ucapan Wakil bupati Dairi, kasus ini telah dilaporkan ke Polres Dairi sudah dua bulan yang lalu dan belum juga mendapatkan keadilan.
Baca Juga:
Peggerebekan di Huta Rakyat, Polres Dairi Tangkap Satu Terduga Pemakai Narkoba
Ketua Horas Bangso Batak yang juga seorang praktisi hukum, Lamsiang Sitompul kepada wahananews.co menyampaikan pihak kepolisian khususnya Polres Dairi agar bertindak adil dan cepat, adil yang berarti jangan menutup nutupi jangan ada kelakuan yang berlebihan kepada para terlapor dan kelompoknya.
"Pasal 170 berarti pelakunya kan lebih satu orang, sudah dua bulan belum ada yang ditangkap, sementara pembuktiannya sederhana," ujarnya.
"Sederhana yang dimaksud pelapor nya ada, buktinya ada, visumnya ada, cctv ada, kan ngak susah dibuktikan, disitulah sederhananya. Kecuali pada malam hari tidak ada yang melihat, tidak ada saksinya pelakunya tidak nampak, ini kan korban nampak semuanya dan tahu bisa dituju pelakunya, orangnya ada kok di situ, jadikan tidak sulit untuk membuktikan kasus ini," imbuhnya.
Baca Juga:
Pasca Penangkapan Tersangka, Korban Pencurian di Soban Dairi Berharap Hartanya Dikembalikan
Ia pun cukup kecewa kenapa polres Dairi kerja sangat lamban dan kesannya kasus ini diulur ulur waktunya.
"Jadi kita minta tidak ada alasan lagi, dalam perkara lain sebelum ada tersangka cctv kan kewajiban polisi mengamankan barang bukti, beserta saksi saksi," tegasnya.
Terkait pihak kepolisian selalu meminta izin dari pengadilan untuk menyita dan menggeledah dan hingga ini belum ada persetujuan, Lamsiang Sitompul meminta untuk mengkroscek nya kembali
"Coba tanya kan kepada pengadilan betul ngak seperti itu, saya ngak pernah menemukan hal seperti itu, biasa diajukan ya disetujui, jadi saya sangat kecewa," ungkapnya.
Kepada Wakil Bupati Dairi ia pun kecewa yang seharusnya memberikan contoh kepada masyarakat, kalau ada dugaan tindak pidana lain serahkan ke polisi.
"Tidak menutup kemungkinan kalau suatu saat rakyat marah dan meminta ganti wakil bupati, jadi saya minta polres Dairi agar cepat bekerja, kalau tak mampu limpahkan saja ke Polda," ucapnya.
Ia juga menegaskan adanya dugaan keberpihakan polres Dairi karena tindak pidananya sederhana, kecuali korban tidak mengenal pelaku.
"Dugaan keberpihakan sudah pasti, karena tindak pidananya sederhana, sederhana dalam arti ada korbannya ada keterangannya, ada cctv, pelakunya jelas, siapa yang melaporkan itu jelas, kecuali mungkin korban bilang saya tengah malam dipukuli orang tapi yang mukulin ngak kenal aku kan susah ya kan. Ini kan ditunjuk korban siapa pelakunya, tinggal tangkap saja periksa berarti kan ada kejadian itu kan sederhana, tapi karena tindak pidana yang sederhana pembuktiannya itu dan lamban pengerjaannya patut diduga adanya keberpihakan polres kepada terlapor," tutupnya.
Sebelumnya diberitakan informasi yang dihimpun pihak Polres Dairi sebanyak dua kali mengirimkan SP2HP kepada korban pada tanggal 5 Februari 2025 dan 25 februari 2025, yang dimana rencana tindak lanjut penyidik akan koordinasi dengan ketua pengadilan Negeri Sidikalang terkait izin penggeledahan dan izin penyitaan. Padahal menurut Penasehat hukum korban Supri Darsono Silalahi menyatakan pasal 34 KUHAP juga bisa digunakan pihak polres Dairi untuk menyita DVR cctv di TKP.
Hal ini menuai kecaman dan menuai kritik pedas dari Pusat Studi Hukum dan Pembaharuan (PUSPHA) Muslim Muis. Dengan tegas ia meminta kasus itu diambil alih oleh Polda karena menyangkut pejabat.
"Kita meminta Kapolda menarik kasus itu karena ini menyangkut pejabat, menyangkut wakil bupati itukan pejabat kita minta Polda menangani kasusnya, jangan lagi polres," tegasnya dengan nada geram, Selasa (11/3/2025).
Tak hanya itu Muslim Muis juga meminta agar Kapolres Dairi untuk dipecat karena tidak mengerti hukum. "Kapolres nya dipecat kalau bisa karena tidak mengerti hukum," pintanya.
Yang mengejutkan, Muslim Muis pun menganggap Kapolres Dairi sudah berpihak, makanya ia meminta agar kasus ini segera dilimpahkan.
"Kita minta Kapolda mengambil alih kasus tersebut dan segera limpahkan ke jaksa dan masukan ke persidangan karena kita menganggap Kapolres Dairi sudah berpihak, copot Kapolres nya segera, dan Poldasu mengambil alih kasusnya," ujarnya.
Muslim Muis juga menanggapi, keengganan dan kebungkaman Kapolres Dairi saat dikonfirmasi wartawan. Ia menerangkan semua akan sulit jika tidak dikerjakan.
"Semua itu akan sulit jika tak mau mengerjakan apa lagi menyangkut seorang wakil bupati, visum aja sudah cukup sebenarnya itu ditambah dengan korban uda cukup itu, makanya kita minta Kapolda mengambil alih dan kalau bisa pecat Kapolres nya itu," tutupnya.
Penasehat Hukum Korban
kepada wahananews.co, Penasehat hukum korban bernama Supri Darsono Silalahi SH menyampaikan beberapa waktu yang lalu pihaknya sempat berdebat dengan pihak kepolisian Polres Dairi terkait DVR yang belum juga disita pihak penyidik.
"Saya mencurigai adanya dugaan obstruction of justice yang diduga dilakukan terlapor, makanya saya sempat berdebat dengan polisi, terkait penyitaan DVR mereka selalu menunggu izin dari pengadilan padahal saya sudah menyatakan jika sudah urgensi pasal 34 KUHAP bisa digunakan," ujarnya, Jumat (7/3/2025).
"Kemarin saya sudah menyampaikan kepada KBO terkait rekaman cctv/DVR dan pihak mereka meminta waktu untuk menyita DVR/rekaman cctv itu," imbuhnya.
Tak hanya itu, ternyata masih ada lagi saksi yang belum diperiksa oleh penyidik, Supri menjelaskan pihak Polres Dairi akan membawa saksi dan dimintai keterangan atas kejadian yang dialami kliennya, karena sudah dua kali diberikan surat pemanggilan sebagai saksi namun tak kunjung datang.
"Menurut keterangan secara lisan pihak kepolisian sudah mengeluarkan surat membawa saksi namun belum dilaksanakan, kita lihat nanti proses kasus tersebut, kita akan minta SP2HP, disitulah kita akan lihat mereka sudah melaksanakan kedua nya atau belum," ungkapnya.
Kalau belum kata Supri pihaknya akan pertanyakan ada apa? Kalau ternyata DVR nya tidak disita dan saksi kunci juga tidak dibawa dan diperiksa berarti ada dugaan "kongkalikong" bahkan bukan hanya "kongkalikong" ada dugaan pengerusakan alat bukti, pihaknya akan menunggu keprofesionalan kinerja Polres Dairi atas kasus kliennya.
"Karena ada kejanggalan kenapa begitu lama pihak kepolisian tidak juga menyita DVR padahal mereka punya wewenang, dan kenapa belum membawa dan juga memeriksa saksi kunci, wajar kali kita menduga "kongkalikong" dan dugaan menghilangkan alat bukti jika tidak juga dilaksanakan," tegasnya.
Roy Erwin Sagala saat dikonfirmasi juga membenarkan bahwa dirinya bersama Penasehat hukum ada menemui KBO Polres Dairi.
"Ya bang, kita ada menemui KBO dan mereka meminta waktu dua Minggu atas kasus saya ini bang," tutupnya.
Ketika dikonfirmasi Wakil Bupati Dairi hingga berita ini diterbitkan belum membalas.
Pengakuan Roy Erwin Sagala
Menurut pengakuan Roy Erwin Sagala kepada wahananews.co, pada tanggal 4 Januari 2025 lalu usai dikeroyok secara keji di sebuah gudang milik Wahyu Daniel Sagala, Roy mengalami lebam lebam dan hanya bisa merangkak pulang ke rumahnya.
"Usai aku dianiaya, aku keluar dan Wahyu bilang, 'Kau bisa pulang kan?'," kenang Roy dengan suara bergetar, menggambarkan kepedihan yang ia rasakan.
"Karena sakit, aku merangkak. Kemudian rekannya Wahyu menelepon orang, dan tak lama kemudian mereka datang," tambahnya lirih.
Sesampainya di rumah, ketakutan yang amat sangat membuat Roy kabur dari samping rumahnya dan bersembunyi di seberang jalan. Dari tempat persembunyiannya, ia mendengar dan melihat dengan jelas ancaman mengerikan dari Wakil Bupati Dairi.
"Kulihat si Wahyu berkata, 'macamana kubakar rumah ini!'," ungkap Roy, matanya berkaca-kaca mengingat kejadian tersebut.
"Tapi ada kawannya yang melarang. Wahyu kemudian berkata, 'Si sehat (Roy) harus disudahi'," lanjutnya sembari menjelaskan bahwa "disudahi" bermakna dihilangkan atau ditiadakan.
Lebih menyayat hati lagi, Roy menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Wahyu dan rekan-rekannya dengan sengaja menghancurkan kedainya. Meja dan perlengkapan usaha lainnya dirusak tanpa ampun.
"Wahyu menghancurkan mejaku, lalu mereka menghancurkan steling kedai, pintu sorong kedai ku pun juga di tendang hingga tumbang. Setelah itu, Wahyu terlihat bahagia dan senang sambil menginjak-injak pintu kedai," tutur Roy dengan suara terbata-bata. Handphonenya pun dirampas dan kemudian dikembalikan setelah istrinya menemui Wahyu dikemudian harinya.
Kejadian ini meninggalkan trauma mendalam bagi Roy dan keluarganya. Tempat usaha yang menjadi sumber penghidupan mereka kini telah hancur. Namun hingga kini belum juga ada titik terang keadilan untuk korban setelah kasus ini dilaporkannya ke Polres Dairi pada 9 Januari 2025 lalu.
Meskipun beberapa waktu yang lalu Wahyu Daniel Sagala sempat membantah dengan menyatakan dirinya tidak jumpa apalagi memukul, konfirmasi pun tetap dilakukan kembali, namun sampai berita ini diturunkan, konfirmasi kepada Wakil Bupati Dairi melalui WhatsApp belum mendapatkan respon.
[Redaktur : Dedi]