WahanaNews-Sumut | Ratusan warga melakukan penolakan atas beroperasinya pabrik kelapa sawit (PKS) milik PT. Pulo Padang Sawit Permai (PT. PPSP) yang berada di Pulo Padang, Kecamatan Rantau Utara, Kabupaten Labuhanbatu, Sumatera Utara.
Muhammad Q Rudi, salah seorang pegiat lingkungan dari komunitas Perkumpulan Hijau yang mengadvokasi warga Pulo Padang itu, dalam waktu dekat ratusan warga yang menolak pabrik dari sembilan lingkungan di Kelurahan Pulo Padang tersebut akan menempuh jalur hukum.
Baca Juga:
Oknum Polisi Tendang Kepala Wanita ODGJ di Labuhanbatu Karena Motornya Dibakar
“Benar, saat ini masyarakat sudah mempersiapkan gugatan hukum yang terkait proses keluarnya perizinan perusahaan. Hal ini mengingat ada banyak regulasi yang dianggap dilanggar dalam proses pengeluaran izin perusahaan itu. Jumlah masyarakat yang menggugat hingga kini tidak kurang dari lima ratus orang dari sembilan lingkungan yang sudah dikuasakan ke pihak kuasa hukum yang ditunjuk masyarakat,” jelas Muhammad Q Rudi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Jumat (8/7/2022).
Pabrik Kelapa Sawit PT. PPSP. (Foto/ist).
Ratusan warga yang menggugat tersebut, sebut Rudi, berasal dari enam lingkungan Kelurahan Pulo Padang, yakni Bandar Selamat 1, Bandar Selamat 2, Bandar Gula Kampung, Pangkalian, Perlayuan 1, Perlayuan 2, Simpang Nangka, Bangunan dan Lingkungan PNK.
Baca Juga:
Anggota Polisi Tendang Wanita ODGJ di Rantauprapat Gegara Bakar Motor
“Mereka ini adalah warga yang terpapar langsung dari aktifitas pabrik sejak beroperasi pada Maret lalu, dan mereka pihak yang merasa paling terancam dari sisi kesehatan dan kenyamanan hidupnya dengan keberadaan pabrik di wilayah permukiman tersebut,” sebutnya.
Direncanakan, sambungnya, gugatan hukum akan didaftarkan oleh ratusan warga Kelurahan Pulo Padang pada pekan depan ke Pengadilan Negeri Rantauprapat.
Jauh sebelumnya, papar Rudi, aksi penolakan terhadap pabrik kelapa sawit PT. PPSP sudah dilakukan warga sejak tahun 2017 silam, atau sejak pabrik masih dalam proses pematokan lahan.
"Penolakan ini dilakukan warga karena tidak menginginkan berdirinya pabrik di wilayah pemukiman mereka yang justru akan memberikan banyak dampak negatif, terutama terhadap gangguan kesehatan, kenyamanan dan aktifitas pendidikan dan ibadah yang pasti terganggu," ucapnya.
Selain itu, sambungnya lagi, dasar dari penolakan juga terkait adanya upaya pengkelabuhan dari proses pembelian lahan yang disebutkan awalnya untuk program sejuta rumah Jokowi, namun direalisasikan menjadikan pabrik kelapa sawit.
Hingga saat ini, warga juga masih bertahan di posko perlawanan yang hanya berjarak sekitar 200 meter dari pabrik dan tetap menolak pabrik beroperasi.
"Pabrik sudah off sejak 14 Juni kemarin. Karena bahan baku dilarang masuk ke pabrik oleh warga," tandasnya. [rum]