Sumut.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak pemerintah pusat untuk segera mempercepat pembangunan kawasan ekonomi strategis Pelabuhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batu Bara, Sumatera Utara.
Proyek ini dinilai sebagai simbol kebangkitan kekuatan ekonomi dan maritim Indonesia yang selama ini terabaikan di tengah potensi luar biasa Selat Malaka.
Baca Juga:
Didukung Pihak Swasta, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Dimulainya Rencana Pembangunan MRT Jakarta–BSD demi Realisasi Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur
“Pelabuhan Kuala Tanjung adalah titik balik kedaulatan ekonomi kita di jalur perdagangan internasional. Selama ini Selat Malaka dikuasai Singapura, padahal secara geografis itu berada di bawah kedaulatan Indonesia. Jika kita terus tertinggal, kita hanya menjadi penonton dari lalu-lalang perdagangan global bernilai triliunan dolar setiap tahun,” ujar Ketua Umum Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, Sabtu (14/6/2025).
Tohom juga mendukung visi Presiden Prabowo Subianto yang telah menyuarakan komitmennya untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat maritim dunia melalui pembangunan pelabuhan super besar yang mampu menyaingi dominasi Singapura.
Namun ia menilai implementasinya harus dipercepat, tidak boleh terjebak dalam birokrasi yang berlarut-larut.
Baca Juga:
Pemicu Lompatan Pembangunan, MARTABAT Prabowo-Gibran Dukung KEK Sei Mangkei Sebagai Simbol Ekonomi Mandiri
“Kawasan Pelabuhan Kuala Tanjung harus dikembangkan sebagai hub logistik dan kawasan industri terintegrasi. Jangan tunggu-tunggu lagi, waktunya sudah terlalu lama kita kehilangan momentum,” tegas Tohom.
Menurut Tohom, pembangunan infrastruktur ini tak hanya menyangkut fisik pelabuhan, tetapi juga strategi menyeluruh dalam mendorong kedaulatan ekonomi nasional.
Kuala Tanjung, kata dia, memiliki potensi menjadi pintu ekspor terbesar bagi produk unggulan dari Sumatera dan wilayah barat Indonesia seperti minyak sawit, karet, perikanan, dan bahan tambang.
“Kita bicara tentang integrasi pelabuhan dengan kawasan industri, jalan tol, rel kereta api, dan sistem logistik digital. Kalau ini semua dibangun terencana dan efisien, biaya logistik Indonesia bisa turun drastis, bahkan hingga 10-15 persen. Ini akan menjadi game changer,” tambahnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengungkapkan bahwa dampak pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tidak hanya terbatas secara ekonomi, tetapi juga akan mengubah geopolitik kawasan Asia Tenggara.
“Selama ini Singapura, Malaysia bahkan Thailand menikmati limpahan ekonomi dari jalur perdagangan yang sebenarnya bisa dikuasai Indonesia. Lewat pelabuhan ini, kita tidak sekadar menandingi Singapura, tapi mengubah arah arus perdagangan itu sendiri,” ungkapnya.
Ia juga mengingatkan agar pembangunan ini tak hanya menguntungkan pusat dan investor besar saja.
Menurutnya, perlu keterlibatan UMKM lokal, masyarakat pesisir, dan pemerintah daerah untuk memastikan proyek ini inklusif dan berkeadilan.
“Jangan hanya Jakarta dan investor asing yang menikmati hasilnya. Pastikan Sumatera Utara, Riau, Kepulauan Riau dan daerah-daerah sekitar mendapatkan manfaat ekonomi langsung. Karena di situlah letak keadilan pembangunan,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa Pelabuhan Kuala Tanjung merupakan bagian penting dari strategi nasional untuk merebut kembali posisi tawar Indonesia dalam perdagangan global.
Pemerintah menargetkan pembangunan terminal peti kemas berkapasitas hingga 25 juta TEUs per tahun, lengkap dengan fasilitas bongkar muat curah dan kawasan industri modern di sekitarnya.
Proyek ini juga diproyeksikan menjadi simpul utama distribusi logistik nasional, sekaligus pengungkit ekspor manufaktur dan produk agrikultur.
Dengan lokasinya yang strategis di Selat Malaka -- jalur pelayaran tersibuk kedua di dunia -- pelabuhan ini diyakini bisa menarik investor logistik global dan mengalihkan sebagian besar trafik pelayaran dari pelabuhan-pelabuhan di Singapura.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]