Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa Kuala Tanjung memiliki semua syarat untuk menjadi simpul aglomerasi industri dan perdagangan berorientasi ekspor.
Ia menyebut, hambatan paling serius selama ini bukan soal infrastruktur, tetapi tumpang tindih tata ruang dan ketidakpastian legalitas lahan.
Baca Juga:
Prabowo, Hati-Hati
“Kawasan Kuala Tanjung seharusnya diproyeksikan menjadi engine of growth baru bagi Sumatera Utara dan Indonesia bagian barat. Tapi semua itu hanya mungkin jika masalah dasar seperti kepemilikan lahan dan kesesuaian tata ruang segera dituntaskan,” ujar Tohom.
Menurutnya, DPR RI dan DPD RI harus terus memperkuat peran pengawasan terhadap kepatuhan korporasi, khususnya di sektor perkebunan, terhadap Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW).
Ia mengingatkan bahwa perusahaan yang menikmati hasil dari sumber daya lokal harus juga tunduk pada aturan lokal dan memberi kontribusi nyata bagi pembangunan daerah.
Baca Juga:
Çelebi Aviation Resmi Operasi di Kualanamu, Sumut Disiapkan Jadi Pusat Logistik Baru
“Jangan sampai kawasan yang kaya sumber daya justru menjadi tertinggal karena regulasi diabaikan oleh pelaku usaha besar,” tuturnya.
Sebagai penutup, Tohom menyampaikan harapannya agar sinergi pusat dan daerah, terutama melalui penguatan peran DPR dan DPD, dapat terus terjaga demi mempercepat pembangunan kawasan ekonomi strategis nasional berbasis kesejahteraan rakyat.
Sebelumnya, Anggota Komite I DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Batu Bara, Sumatra Utara, guna membahas sejumlah isu strategis, termasuk sengketa lahan antara Kelompok Tani Simpang Gambus dan PT Socfindo.