Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini mengatakan bahwa isu energi di KEK Sei Mangkei sebenarnya bagian dari persoalan yang lebih besar, yakni lemahnya perencanaan pembangunan aglomerasi industri di luar Jawa.
“Sei Mangkei ini seharusnya menjadi hub industri kelapa sawit dan kimia, tetapi tanpa gas industri hanya bisa jalan terseok-seok. Pemerintah perlu menata kembali peta besar infrastruktur energi agar kawasan industri tidak terjebak dalam ketergantungan pasokan LNG mahal atau solusi tambal sulam,” tuturnya.
Baca Juga:
Ikut Partisipasi Kurangi Emisi Karbon, ALPERKLINAS Apresiasi Langkah Wings Group Pasang PLTS Atap di 8 Pabriknya
Ia menambahkan, pemerintah tidak boleh hanya mengedepankan pembangunan jalan, rel kereta, atau pelabuhan, melainkan harus menjadikan infrastruktur energi sebagai prioritas nasional.
“Tanpa gas, industri tidak bisa hidup. Kita butuh langkah konkret, bukan sekadar janji. Jika pemerintah serius ingin menjadikan Sei Mangkei sebagai kebanggaan Sumatera Utara, maka pipa gas harus segera masuk daftar prioritas nasional,” pungkas Tohom.
Sebelumnya, Ketua Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI ke KEK Sei Mangkei, Bane Raja Manalu, menegaskan bahwa gas masih menjadi hambatan utama bagi investor di kawasan tersebut.
Baca Juga:
Pendanaan Fosil Dunia Turun 78 Persen, Tapi Jerman dan AS Masih Gelontorkan Dana
Ia mendorong percepatan pembangunan jaringan pipa gas agar para pelaku industri mendapat harga energi yang kompetitif.
Direktur KEK Sei Mangkei, Arif Budiman, menambahkan bahwa hingga kini kawasan tersebut telah menyerap tenaga kerja sebanyak 6.166 orang, dengan 52,7 persen di antaranya merupakan tenaga kerja lokal.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]