Sumut.WAHANANEWS.CO - Ancaman pencabutan status Kaldera Toba dari daftar UNESCO Global Geopark memicu reaksi dari berbagai elemen masyarakat, termasuk Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran.
Organisasi yang dikenal konsisten mengawal isu-isu strategis nasional ini mendesak pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara untuk segera ambil langkah dan memenuhi seluruh rekomendasi serta peringatan keras dari UNESCO.
Baca Juga:
Semua Pihak Diimbau Berpartisipasi, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Gerak Cepat Pangdam I BB dan 7 Bupati Bersihkan Otorita Danau Toba
Dalam pernyataannya, MARTABAT Prabowo-Gibran memandang bahwa ancaman pencabutan status Kaldera Toba bukan persoalan administratif semata, melainkan sinyal serius atas perlunya perbaikan dalam tata kelola kawasan warisan dunia tersebut.
Organisasi ini menilai, jika tidak segera direspons dengan langkah yang tepat dan terukur, situasi ini berisiko menurunkan citra Indonesia di mata komunitas internasional serta dapat berdampak pada keberlanjutan pariwisata dan ekosistem di kawasan Danau Toba.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menyampaikan bahwa status UNESCO yang disandang Kaldera Toba merupakan bentuk pengakuan dunia yang mencerminkan kehormatan peradaban. Sebuah kehormatan yang selayaknya dijaga dengan penuh tanggung jawab dan kesungguhan.
Baca Juga:
Pulau Samosir, Rumah Budaya Batak dan Warisan Leluhur di Tengah Danau Toba
Ia menilai, jika status ini sampai terlepas, hal tersebut mencerminkan tantangan dalam memperkuat visi kebangsaan dan menunjukkan bahwa komitmen terhadap pembangunan berkelanjutan yang berpijak pada budaya lokal masih perlu diperkuat.
"Kaldera Toba lebih dari situs geologi. Ia adalah prasasti hidup dari letusan maha dahsyat 74 ribu tahun lalu, sekaligus cermin harmoni antara manusia dan alam di tanah Batak. Ketika dunia sudah mengakuinya sebagai warisan berharga, mengapa kita justru terancam kehilangan karena abai mengelola?" tegas Tohom, Minggu (19/5/2025).
Ia menyoroti perlunya peningkatan kualitas tata kelola kawasan, penguatan peran komunitas lokal, serta harmonisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah agar pengelolaan Kaldera Toba dapat berjalan lebih efektif dan terpadu.
“UNESCO adalah lembaga internasional yang kredibel, dan pengakuan yang mereka berikan tentu didasarkan pada nilai strategis yang harus dijaga bersama. Peringatan dalam bentuk ‘kartu kuning’ ini seharusnya menjadi alarm bagi kita semua. Jika tidak segera ditindaklanjuti dengan langkah nyata, bukan tidak mungkin status Kaldera Toba sebagai bagian dari jaringan geopark dunia bisa terancam,” tambahnya.
Menurut Tohom, pemerintah harus menghentikan pendekatan proyek jangka pendek yang berorientasi pada pembangunan fisik semata.
Ia menekankan perlunya penataan ulang manajemen kawasan, dengan mengedepankan edukasi, riset, konservasi, dan pelibatan aktif masyarakat adat sebagai garda terdepan pelestarian.
Tohom juga mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur harus diimbangi dengan penguatan kesadaran ekologis di semua lapisan.
"Tanpa keseimbangan tersebut, kita berisiko kehilangan bukan hanya status geopark, tetapi juga jati diri dan nilai kebangsaan yang tercermin dari bagaimana kita menjaga warisan alam di mata dunia,” ujarnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa pendekatan geopark semestinya menjadi teladan dalam penerapan konsep ekonomi hijau dan biru yang berbasis pada kearifan lokal.
Ia mendorong dibentuknya satuan tugas lintas kementerian yang memiliki mandat khusus untuk mempercepat pembenahan Kaldera Toba sesuai dengan standar yang ditetapkan UNESCO, sebelum batas evaluasi pada Juli 2025.
“Jika bangsa ini mampu membangun Ibu Kota Negara (IKN) dari titik nol, tentu mempertahankan Kaldera Toba, yang telah lebih dahulu diakui dunia, bukanlah hal yang di luar jangkauan. Ini tentang bagaimana kita menempatkan prioritas nasional. Kita harus memastikan bahwa reputasi Indonesia tetap terjaga, tidak tercoreng oleh kekurangan koordinasi atau kurangnya visi dalam merawat kekayaan budaya dan alamnya,” ujarnya.
Tohom mengajak seluruh elemen bangsa untuk turut berkontribusi dalam penyelamatan Kaldera Toba, melalui kerja sama yang inklusif antara mahasiswa, tokoh adat, pelaku industri pariwisata, serta sektor swasta.
Menurutnya, menjaga keberlanjutan geopark merupakan bentuk nyata dari nasionalisme ekologis yang berpandangan jauh ke depan.
“Kesadaran kolektif ini penting. Bagaimanapun, Kaldera Toba adalah warisan dunia yang tak ternilai. Namun lebih dari itu, ia adalah simbol martabat leluhur kita. Jangan sampai sejarah mencatat bahwa kita lalai menjaga kehormatan yang telah dipercayakan dunia pada bangsa ini,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]