Oleh: Drs. Thomson Hutasoit.
Togu Urat Ni Bulu Toguan Urat Ni Padang, Togu Mardongan
Tubu Toguan Binuat Ni Padan dalam bahasa Indonesia artinya Kuat Ikatan Satu
Marga, Lebih Kuat Ikatan Sumpah/Janji, Ikrar, Konsesus, Traktat.
Baca Juga:
Mama Dada Mu Ini Dada Ku
Karakter paling buruk seseorang, masyarakat, bangsa adalah
sifat plintat-plintut, mancla- mencle, inkonsisten, tidak konsekuen, tak komit,
wanprestasi atau ingkar terhadap sumpah/janji, ikrar, konsensus, traktat yang
telah dibuat, diucapkan, disepakati dengan orang dan/atau pihak lain.
Baca Juga:
Perseteruan Kandidat Penghuni Sorga
Pengingkaran, pengkhianatan terhadap sumpah/janji, ikrar,
konsensus, traktat telah disepakati adalah cermin karakter buruk tak bisa
dipercaya serta stigmatisasi sangat memalukan bagi diri seseorang, masyarakat,
bangsa yang dalam ungkapan kearifan budaya (culture wisdom), kearifan lokal
(local wisdom) Batak Toba disebut "Bulu pe so bulu, soban pe so soban,
Musu pe so musu, dongan pe so dongan" dalam terjemahan bebas,
"musuh pun tidak, kawan pun tidak" alias tidak jelas gen atau jenis
kelaminnya.
Leluhur Batak Toba sangat memantangkan dan menabukan
karakter mental, moral, sifat, perilaku seperti itu dengan kearifan budaya,
kearifan lokal "Togu Urat ni Bulu, Toguan Urat ni Padang, Togu Mardongan
Tubu Toguan Binuat ni Padan" dalam terjemahan bebas "Kuat ikatan
Mardongan Tubu, lebih kuat ikatan sumpah/janji, ikrar, konsensus, traktat"
karena punya konsekuensi "Dekke ni Sabulan, tu Tonggina tu Tabona, Manang
Ise Siose Padan, tu Ripurna tu Magona" berarti dan bermakna barangsiapa
mengingkari Sumpah/Janji, Ikrar, komitmen, konsensus, traktat akan punah dan
musnah.
Karena itulah "Parpadanan atau Padan" berbagai
marga-marga Batak Toba yang dibuat para nenek moyang ratusan tahun lalu dan
telah puluhan generasi (sundut-red) tetap langgeng dan lestari melewati batas
ruang dan waktu yang bisa ditemukan hingga kini ditengah kehidupan masyarakat
Batak Toba, baik di daerah asal-usul (bona pasogit) maupun di daerah diaspora
(parserahan).
Sekalipun Sumpah/Janji (Padan-red) tidak tertulis atau hanya
lisan mengingkari (mangose-red) Padan sangat dipantangkan atau ditabukan karena
merupakan pengkhianatan terhadap sumpah/janji, ikrar, komitmen, konsensus,
traktat beresiko malapetaka dikemudian hari.
Kearifan budaya, kearifan lokal "Togu Urat ni Bulu,
Toguan Urat ni Padang, Togu Mardongan Tubu, Toguan Binuat ni Padan" telah
mewarnai karakter mental, moral, sifat, perilaku generasi Batak Toba agar
selalu konsisten, konsekuen, komit terhadap sumpah/janji, ikrar, konsensus,
traktat yang telah dibuat dan/atau diucapkan.
Tapi amat sangat disayangkan dan disesalkan nilai luhur
kearifan budaya, kearifan lokal warisan leluhur fundasi karakter mental, moral,
sifat, perilaku, jati diri telah mengalami degradasi dan turbulensi dari hati
sanubari, pikiran sebahagian orang sehingga muncul perilaku-perilaku bias dan
menyimpang dari nilai luhur diwariskan nenek moyang akhir-akhir ini.
Sadar atau tidak, setuju atau tidak kepercayaan terhadap
seseorang, masyarakat, bangsa tidak terlepas dari konsistensi, konsekuen,
komitmen atas sumpah/janji, ikrar, konsensus, traktat yang disepakati atas
sesuatu obyek dibuat dan/atau diucapkan yang mengikat secara timbal- balik.
Pengingkaran terhadap kesepakatan atau wanprestasi merupakan
pengkhianatan terhadap diri sendiri, pihak lain maupun kepada Tuhan Yang Maha
Esa ataupun hal-hal yang dipercaya dan diyakini.
Sumpah (Padan-red) menurut KBBI yaitu pernyataan yang
diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang
dianggap suci atau dapat dikatakan sebagai janji atau ikrar.
Misalnya ketika seseorang mengucapkan Sumpah/Janji menurut
agama atau berjanji menurut agama serta
kitab suci sebelum memangku suatu jabatan adalah komitmen tak bisa diingkari
ataupun dilanggar.
Pasal 9 UUD RI 1945 dengan tegas dikatakan;
Ayat (1) Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil
Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
berikut;
Sumpah Presiden (Wakil Presiden):
"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban
Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden Indonesia) dengan sebaik-baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang- Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada
Nusa dan Bangsa".
Demikian juga seluruh pejabat publik (negara-red) sebelum
memangku jabatan diamanahkan dipundaknya mengucapkan sumpah/janji sesuai
peraturan perundang- undangan yang berlaku.
Setiap pelanggaran, pengingkaran, penyimpangan, pengabaian,
penyelewengan jabatan adalah pengkhianatan terhadap Nusa dan Bangsa yang tentu
mempunyai sanksi hukum.
Bila diperhatikan cermat dan seksama terjadinya degradasi
dan turbulensi Nasionalisme (Jiwa Kebangsaan Indonesia) akhir-akhir ini tidak
terlepas dari pengabaian kearifan budaya, kearifan lokal leluhur Nusantara
sebagaimana kearifan budaya, kearifan lokal Batak Toba "Togu Urat ni Bulu,
Toguan Urat ni Padang, Togu Mardongan Tubu, Toguan Binuat ni Padan"
sebagaimana Sumpah/Ikrar putera-puteri terbaik seluruh bumi Nusantara pada
Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 lahirnya bangsa Indonesia.
Saudara sekandung putera-puteri Ibu Pertiwi Indonesia
walapun tidak satu suku, satu agama, satu ras, satu golongan (SARA) dilahirkan
Sumpah (Padan-red) Pemuda 28 Oktober 1928 berbunyi;
"Kami Putera-Putri Indonesia bersumpah; Bertanah air
satu tanah air Indonesia. Berbangsa satu bangsa Indonesia. Menjunjung bahasa yang satu bahasa
Indonesia".
Sumpah (Padan-red) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia
dimotori Pemuda- Pemudi seluruh bumi Nusantara telah mempersatukan perbedaan,
keragaman, kemajemukan atau kebhinnekaan Indonesia sejak dari Sabang hingga
Merauke, dari Miangas hingga Pulau Rote dalam suatu bangsa dan negara
berdasarkan Pancasila, UUD RI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 oleh Bung
Karno-Bung Hatta atas nama seluruh Bangsa Indonesia.
Namun amat sangat disayangkan dan disesalkan ikatan
persaudaraan anak bangsa telah dirusak dan diobok-obok para penikmat sejarah
dengan paham-paham radikalisme, intoleran, ekstrimisme, anarkhisme,
fanatisme buta sektarian-primordial,
terorisme ingin membuang dan menghilangkan sumpah/janji, ikrar, konsensus
(Padan) kebangsaan Indonesia demi kepentingan politik parsial.
Para pengkhianat bangsa dan negara telah meninggalkan dan
menanggalkan kearifan budaya, kearifan lokal bumi Nusantara "Togu Urat ni
Bulu, Toguan Urat ni Padang, Togu Mardongan Tubu, Toguan Binuat ni Padan"
yang menimbulkan ancaman laten keutuhan bangsa dan survival Indonesia ke depan.
Karena itu, revitalisasi, reaktualisasi nilai-nilai luhur
kearifan budaya, kearifan lokal Nusantara perlu segera dikembalikan fondasi
karakter mental, moral, sifat dan perilaku berbangsa dan bernegara agar
Indonesia langgeng abadi warisan generasi sepenjang masa.
Bravo Indonesia".!!! Kembalikan nilai-nilai luhur kearifan
budaya, kearifan lokal bumi Nusantara modal maha dahsyat menuju Indonesia
Hebat, Indonesia Maju, Indonesia Adidaya di fora internasional.
Salam introspeksi diri....!!! Horas.....!!! Salam NKRI....! Medan, 21 Juli 2021.
Penulis adalah penulis buku dan pemerhati budaya
batak toba