SUMUT.WAHANANEWS.CO - Putusan vonis 6,5 tahun penjara bagi pelaku korupsi timah dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun merupakan pukulan telak bagi keadilan. Hukuman yang terlampau ringan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah keadilan di negeri ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang lemah?
Korupsi Timah: Luka Mendalam bagi Bangka Belitung
Baca Juga:
Kasus Korupsi Timah, Kuasa Hukum Pertanyakan Penetapan Kerugian Negara
Kasus ini bukan sekadar kejahatan finansial, melainkan kejahatan yang merugikan rakyat dan lingkungan. Korupsi sumber daya alam, khususnya timah di Bangka Belitung, telah menghancurkan lingkungan, memicu tambang ilegal, dan mencuri masa depan generasi mendatang.
Hukuman Ringan: Preseden Buruk bagi Penegakan Hukum
Vonis ringan ini mengirimkan pesan yang salah kepada masyarakat: korupsi adalah kejahatan yang "aman". Hukuman yang tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan hanya akan mendorong semakin maraknya korupsi di berbagai sektor.
Baca Juga:
Kejagung: Eks Dirjen Minerba Resmi Jadi Tersangka Korupsi Timah
Desakan Banding: Memperjuangkan Integritas Hukum
Saya mendesak jaksa untuk segera mengajukan banding. Ini bukan sekadar soal mengejar hukuman yang lebih berat, tetapi soal menyelamatkan integritas hukum itu sendiri. Kita tidak bisa membiarkan kasus korupsi besar ini dihukum ringan tanpa ada upaya untuk memperjuangkan keadilan.
Timah di Babel: Simbol Luka Besar Bangsa