Oleh: Drs. Thomson Hutasoit
Baca Juga:
Tano Batak, Generasi Yang Sudah “Marragam-ragam”
Tanah leluhur (Bona Pasogit) ataupun asal-usul adalah suatu
daerah tempat para leluhur suatu bangsa, etnik, suku tertentu.
Tanah leluhur atau Bona Pasogit adalah bahagian tak
terpisahkan dari sejarah perjalanan kehidupan manusia sebab tanah leluhur atau
asal-usul salah satu bahagian situs peradaban serta pemastian dan pembuktian
jati diri.
Baca Juga:
Jokowi Kembalikan Kedaulatan Indonesia
Tanah leluhur atau Bona Pasogit bangso Batak adalah kawasan
Kaldera Toba, terlepas dari perdebatan yang timbul era belakangan ini.
Tapi, siapapun tidak bisa mengingkari bahwa tanah leluhur
adalah asal-usul bahagian tak terpisahkan dari sejarah perjalanan kehidupan
yang tak bisa dihilangkan dan ditanggalkan.
Sebab, apabila seseorang tidak mengetahui tanah leluhur atau
asal-usul akan disebut "na lilu atau na dalleon".
Pepatah klasik mengatakan, "setinggi-tinggi bambu
menjulang tinggi, akhirnya menunjuk ke pangkalnya" atau dalam ungkapan
Batak disebut "satimbo-timbo ni bulu, ditudu do bonana".
Artinya, sejauh manapun tanah leluhur atau asal-usul
ditinggalkan, pasti selalu dirindukan.
Ada peribahasa klasik mengatakan, "sayang anak dipukuli, rindu kampung
ditinggalkan".
Peribahasa klasik ini sepertinya kontradiktif. Tapi apabila
dianalisis cermat dan seksama memiliki korelasi dengan judul tulisan
"TANAH LELUHUR DITINGGAL DAN DIRINDU".
Dan jika dikaitkan dengan lirik lagu "Arga do Bona ni
Pinasa di akka na bisuk marroha" akan memberi pengertian, pemahaman
paripurna betapa penting tanah leluhur atau Bona Pasogit bagi Diaspora Batak
tersebar di seluruh belahan dunia.
Para Diaspora Batak telah meninggalkan tanah leluhur dengan
berbagai sebab dan alasan kemungkinan besar jumlahnya sudah melebihi jumlah
warga masyarakat tinggal di Bona Pasogit.
Dan tingkat capaian kemajuan pun sudah melebihi capaian
warga masyarakat di tanah leluhur Batak pada saat ini.
Hal itu, sungguh membanggakan dan menggembirakan sekaligus
memberi harapan dukungan Diaspora mempercepat kemajuan di tanah leluhurnya.
Putera-Puteri Diaspora telah berhasil di rantau orang tentu
tidak akan pernah sekali-sekali
melupakan tanah leluhur selama hidup.
Bahkan, tanah leluhur yang ditinggalkan itu selalu
dirindukan dan dicintai sepanjang hidup.
Buktinya, para Diaspora masih banyak melakukan "Pulang
Kampung" ataupun Mudik ketika ada perhelatan ataupun perayaan hari-hari besar tertentu agar berjumpa dan
bertemu dengan keluarga, sanak famili, handai tolan untuk melepas rindu (marsombu
Sihol).
Dan tidak jarang pula mewasiatkan kepada keturunannya
(pomparan) bila kelak tutup usia agar dikebumikan di Bona Pasogit tanah
leluhur.
Tanah leluhur ditinggal dan dirindu sesungguhnya adalah
sebuah ikatan batin antara Bona Pasogit dengan Diaspora harus dirawat, dijaga,
dilestarikan dan dikembangkan energi besar mendorong percepatan kemajuan
pembangunan kawasan Kaldera Toba terus-menerus serta berkesinambungan sepanjang
masa.
Jembatan komunikasi Bona Pasogit dengan Diaspora harus
dibangun melalui event-event budaya ataupun "Gerakan Rindu Bona
Pasogit" agar sambungan tali rasa tak pernah terputus dari generasi ke
generasi.
Sekaitan dengan agenda besar Presiden Joko Widodo (Jokowi)
menjadikan Danau Toba Destinasi Wisata kelas dunia, maka keterlibatan proaktif
Diaspora kawasan Kaldera Toba untuk mendukung dan memberhasilkan niat baik dan
tekad kuat memajukan Bona Pasogit adalah sebuah keniscayaan.
Sinergitas antara Bona Pasogit dengan Diaspora faktor
pertama dan utama tak boleh diabaikan dan disepelekan oleh siapapun.
Tingkat capaian prestasi Diaspora kawasan Kaldera Toba di
rantau orang, tentu tidaklah sebatas "uap na so marimpola"
sebagaimana lirik lagu "Lupa Do ho" atau "Di topi parik ni
hutai".
Kekuatan daya dorong di segala segmen kehidupan untuk
mengubah predikat "Peta Kemiskinan" menjadi "Tanah Kemakmuran
dan Kebahagiaan (Tano Hasonangan)" dambaan, impian seluruh generasi
kawasan Kaldera Toba harus dibangkitkan dan digalakkan didalam hati sanubari,
pikiran seluruh masyarakat Kaldera Toba dan Diaspora sepanjang masa.
Karena itu, sinergitas sumbangan pemikiran, finansial,
tenaga atau skill Bona Pasogit dengan Diaspora dengan langkah-langkah riil
sudah saatnya dikonkritisasi dengan prinsip kesatuan derap langkah
"mangakkat rap tu ginjang, manimbung rap tu toru" sebagaimana
wejangan leluhur kepada generasinya.
Harus disadari paripurna, meninggalkan tanah leluhur ke
perantauan (Diaspora) sesungguhnya bukanlah bertujuan melupakan tanah leluhur.
Tetapi, menggapai berbagai prestasi di rantau orang untuk
mendorong percepatan kemajuan tanah leluhur atau Bona Pasogit masih tertinggal jauh dibandingkan
daerah-daerah lain di republik ini.
Arga do Bona ni Pinasa di akka na bisuk marroha, ai do tona
ni ompunta tu akka pinomparna. Dao pe ho nuaeng marhuta, sambulon do na hot
tongtong. Sai ingot mulak dung matua,
sai mulak-mulak ma tu huta.
Makna lagu ini mengingatkan, menghimbau, mengajak mencintai,
merindukan tanah leluhur bagi seluruh Diaspora agar tidak lupa asal-usul.
Anak yang bijak tak pernah lupa asal-usulnya.
Diaspora Batak tidak hanya rindu tanah leluhur (Bona
Pasogit) ketika sudah ujur atau menjelang tutup usia.
Melainkan ketika masih produktif serta memiliki kemampuan
mendorong percepatan kemajuan pembangunan dengan menanamkan investasi, baik
investasi keekonomian maupun investasi sosial meningkatkan pola pikir
(mindshet) agar berpikir dan bertindak sesuai era perkembangan masa.
Tanah leluhur ditinggal dan dirindu adalah komitmen hidup
harus digelorakan sepanjang masa. Horas Tano Batak.....!!! Salam NKRI......!!!
MERDEKA......!!! (tum)
Penulis adalah pemerhati pembangunan dan sosial budaya