Beliau tidak menjadikan kekuasaan sebagai tujuan sehingga kekuasaan tidak dijadikan alat menumpuk kekuasaan, baik melanggengkan kekuasaan politik, kekuasaan finansial, dll bagi anak-anaknya, keluarga maupun kroni-kroninya sejak Walikota, Gubernur maupun Presiden Republik Indonesia.
Sementara disisi berbeda para pemimpin di negeri ini sebahagian besar menjadikan kekuasaan tujuan akhir untuk menumpuk harta kekayaan bagi dirinya, anak-anaknya, keluarga, kerabat, kroni-kroninya hingga tujuh (7) turunan dengan menghalalkan segala cara, termasuk penyelewengan kekuasaan mengkhianati sumpah/janji jabatan, melanggar hukum, norma, dan rasa keadilan.
Baca Juga:
Kejutan di Pilgub Jakarta 2024, Politikus PDIP Effendi Simbolon Dukung All Out Ridwan Kamil
Bagi mereka kekuasaan adalah kesempatan empuk membangun imperium kekuasaan politik, kekuasaan finansial mumpung berkuasa. Nasib penderitaan rakyat selalu dikoar-koarkan hanyalah kamuflase, gincu pemanis, pelipur lara hati gundah gulana membius alam sadar.
Jika diperhatikan cermat dan seksama tipikal presiden negeri ini sejak dari Presiden Soekarno (Bung Karno), Soeharto, BJ. Habibie, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri (Mbak Mega), Bambang Susilo Yudoyono (SBY), Joko Widodo (Bung Jokowi) akan terlihat terang- benderang siapa yang benar-benar memosisikan diri sebagai sebuah "PAYUNG" memayungi, melindungi, memagari rakyat agar terhindar dari perpecahan, konflik dan pertumpahan darah sesama anak-anak Ibu Pertiwi Indonesia.
Baca Juga:
Jokowi Hadiri Kampanye RK-Suswono di Jakarta: Saya Ridwan Kamil!
Tanpa pretensi dan merendahkan serta menjelek-jelekkan siapapun presiden yang telah mengabdikan jiwa dan raganya terhadap bangsa dan negara perlu dikaji, dianalisis style kepemimpinan nasional pernah ada pasca kemerdekaan Indonesia 76 tahun lalu pelajaran berharga bagi generasi dalam berbangsa dan bernegara ke depan.
Bung Karno berperan sebagai "Penyambung Lidah Rakyat" pada perjuangan kemerdekaan yang mampu sebagai panutan dan sangat dihormati sehingga mampu memberi arahan dan komando agar terhindar dari pertumpahan darah dari kekuatan tentara penjajah kolonial. Dan ketika berkuasa selalu dielu-elukan rakyat karena tidak pernah menjadikan dirinya "menara gading" dari rakyat yang dipimpinnya.
Bahkan ketika beliau "dilengserkan" dari tampuk kekuasaan (presiden-red) tidak melakukan perlawanan sekalipun masih memiliki kekuatan pendukung fanatik mempertahankan dan melanggengkan kekuasaannya.